Monday, July 25, 2016

SEJARAH JIHAD 4




Teror Empat Puluh Satu

Perampokan Atas Banu Sulaym di Nakhl oleh Zayd ibn Haritha—September, 627M



Zayd ibn Haritha adalah bekas budak yang dimerdekakan dan diangkat anak oleh Muhammad. Nantinya Muhammad menikahi istri Zayd yang bernama Zaynab. Saat itu tiba waktunya untuk menghadiahi Zayd dengan jarahan rampokan. Maka Muhammad memerintah Zayd ibn Haritha memimpin sekelompok Muslim untuk usaha perampokan di Jamum, dekat Nakhl. Dia menangkap seorang wanita yang kemudian mengantarnya ke tempat Banu Sulaym. Para tentara Zayd lalu merampok tempat ini dan menangkap sapi2, domba2, dan unta2 dan banyak orang Banu Sulaym dijadikan tawanan. Diantara para tawanan terdapat suami dari wanita yang mengantar tentara Muslim ke tempat perampokan. Zayd membawa semua tawanan dan jarahan rampokan kepada Muhammad. Ketika Muhammad mendengar seluruh cerita, dia menganugerahkan wanita itu kebebasan dan melepaskan suaminya, karena wanita itu telah membantu pihak Muslim dalam merampok.

Teror Empat Puluh Dua

Perampokan atas Kaum Quraysh di al-Is oleh Zayd ibn Haritha—September, 627M

Setelah Zayd ibn Haritha sukses merampok Banu Sulaym, Muhammad mempercayakannya untuk melakukan operasi perampokan yang jauh lebih menguntungkan. Muhammad telah dapat informasi bahwa kafilah Quraish yang mengangkut banyak harta sedang melakukan perjalanan pulang dari Syria, dan dia tentunya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Jadi di musim semi 627, Muhammad memerintahkan Zayd dengan 170 tentara berkuda untuk pergi ke al-Is, yang merupakan pusat perdagangan penting untuk mencegat kafilah Quraish. Perjalanan berlangsung selama 4 malam dari Medina. Para perampok Muslim menyergap kafilah dan merampok segalanya [Mubarakpuri, p.385]. Tidak perlu dikatakan lagi bahwa ini tentunya adalah perampokan yang sangat sukse dan tentara Muslim pulang dengan membawa barang jarahan yang sangat besar nilainya, termasuk banyak uang perak milik Safwan bin Umayyah dan juga banyak tawanan Quraish.

Diantara para tawanan terdapat Abu al-As, yakni menantu Muhammad, suami dari anak wanita Muhammad tertua yang bernama Zaynab. Abu al-As adalah keponakan Khadijah (istri pertama Muhammad) dan seorang pedagang sukses di Mekah. Ketika Muhammad menjadi nabi, Abu al-As tidak mau memeluk Islam. Tapi dia juga tidak mau menceraikan Zaynab karena besarnya rasa cinta pada Zaynab. Rasa cinta kasih itu pun ada pada diri Zaynab terhadap Abu al-As dan Muhammad senang melihat hal ini. Ketika Muhammad hijrah ke Medina, Zaynab dan suaminya Abu al-As tetap tinggal di Mekah. Di Perampokan Badr II, Abu al-As dijadikan tawanan. Zaynab mengirim kalung Khadijah kepada Muhammad sebagai harta tebusan untuk membebaskan suaminya. Kisah ini sudah ditulis di Teror 9

Sekarang adalah 3 sampai 4 tahun setelah peristiwa Badr II itu dan Abu al-As tertangkap lagi sebagai tawanan di al-Is. Ketika rombongan tawanan tiba di Medina, Abu al-As diberi ijin di malam hari untuk bertemu dengan bekas istrinya. Lalu dia kembali bergabung dengan para tawanan lain. Di malam hari ketika para Muslim sedang berkumpul di mesjid untuk sembahyang, Zaynab berteriak keras bahwa dia telah memberi perlindungan atas Abu al-As. Muhammad setuju bahwa dia boleh memperlakukan Abu al-As sebagai tamu terhormat tapi tidak sebagai suami. Dia meminta penangkap2 Abu al-As untuk membebaskan Abu al-As dan harta bendanya, jika mereka bersedia. Jika tidak, maka mereka diperbolehkan untuk tetap menawan Abu al-As sebagai hasil rampokan. Penangkap Abu al-As segera bersedia melepaskannya. Abu al-As sangat berterima kasih atas ini dan dia pun kembali ke Mekah, menyelesaikan urusan dagangnya di sana dan kembali ke Medina dan memeluk Islam. Dia lalu bersatu kembali dengan istrinya Zaynab. Akan tetapi, Zaynab meninggal dalam waktu setahun setelah bergabung kembali dengan suaminya, kemungkinan karena sakit yang dideritanya akibat keguguran dulu di Mekah.

Muhammad marah sekali akan kelakuan dua orang Quraish yakni Huweirith dan Habbar. Muhammad terutama marah pada Habbar yang melukai anaknya (Zaynab) saat hendak meninggalkan Mekah. Dia memberi perintah agar kedua orang itu dibakar hidup2. Tapi di malam harinya dia merubah keputusan dan menetapkan bahwa mereka harus dijatuhi hukuman mati dengan cara yang biasa gaya Islam, yakni dipancung. Ali nantinya membunuh Huweirith ketika Muslim menguasai Mekah.

Teror Empat Puluh Tiga

Serangan Ketiga Atas Banu Thalabah di al-Taraf oleh Zayd bin Haritha—October, 627M

Dengan dua kali keberhasilan usaha perampokan atas Zayd bin Haritha, Muhammad tentunya sangat senang akan anak angkatnya. Karena itu, dia mengirim Zayd bersama 15 tentara Muslim ke Al-Taraf yang jauhnya 36 mil dari Medina untuk menghukum dan merampok Banu Thalabah sekali lagi (lihat Teror 35, 36 di atas). Ketika perampokan ini terjadi, suku Bedouin Banu Thalabah melarikan diri. Jarahan yang berhasil dirampas Zayd adalah 20 ekor unta. Dia menghabiskan 4 malam untuk merencanakan serangan ini dan akhirnya kembali ke Medina dengan unta jarahan.

Teror Empat Puluh Empat

Penyerangan Atas Banu Judham di Hisma oleh Zayd bin Haritha—October, 627M

Di Sirah Rasul (biografi) Muhammad, tertulis bahwa setelah menandatangai perjanjian damai Hudaibiya dengan orang Quraish di Mekah, Muhammad ingin menunjukkan dirinya sebagai utusan tulen Allah. Untuk membuktikan ini, dia mengirim beberapa utusannya ke beberapa suku tetangga untuk mengajak mereka masuk Islam. Dia mengirim Dhiyah bin Khalifah al-Kalbi, satu dari pengikut2nya yang setia untuk mengunjungi gubernur Syria dan membicarakan kebijaksanaan dagang dengan propinsi Romawi. Dalam suratnya kepada Heraklius, kaisar Bizantium, Muhammad menulis: “Dalam nama Tuhan yang maha pemurah dan penyayang. Dari Muhammad, utusan Tuhan, kepada Heraklius, penguasa Romawi. Damai kepada siapapun yang mengikuti teladan yang baik!

Menganjurkan: menyerahlah, dan kamu akan selamat. Menyerahlah, dan Tuhan akan menghadiahimu dua kali lipat. Tapi jika engkau berpaling, dosa dari orang2mu akan dibebankan padamu.” [Tabari, vol viii, p.104]

Meskipun isi suratnya mengancam dan menghina, Dhiya tetap diterima dengan baik dan bahkan dikenakan baju kehormatan. Setelah menyelesaikan tugasnya di Syria, Dhiya kembali ke Medina membawa hadiah2 mahal dari sang Kaisar. Tapi segerombolan bandit dari Banu Judham merampok semua barang milik Dhiya ketika dia sampai di Hisma, daerah yang menuju Syria dan terletak di sebelah barat Tabuk. Dihya lalu mendekati suku tetangga (yang berteman dengannya) untuk minta tolong. Mereka menyerang Banu Judham, mengambil kembali barang jarahan dan mengembalikannya kepada Dhiya. Ketika Muhammad mendengar kabar perampokan oleh Banu Judham ini, dia segera mengirim Zayd ibn Haritha bersama 500 tentara untuk menghukum mereka. Tentara Muslim bertempur melawan Banu Judham, membunuh beberapa dari mereka, termasuk ketua suku yakni Al-Hunayd ibn Arid dan anak lakinya. Zayd juga membunuh 3 orang lain dan menjarah ternak dalam jumlah besar. Ketua Banu Judham yang lain yang tak lama sebelumnya memeluk Islam memohon pada Muhammad agar tawanan2 dibebaskan. Muhammad mengirim Ali untuk membebaskan para tawanan.

Teror Empat Puluh Lima

Penyerangan Pertama di Wadi al-Qura oleh Zayd bin Haritha—November, 627M

Setelah berkali-kali sukses dalam melakukan aksi teror, Muhammad memberi Zayd b. Haritha gelar Amir (pemimpin) daerah sekitar yang bernama Wadi al-Qura. Ini adalah daerah oasis yang penting, terletak 70 mil dari Medina, di lembah Qura dan di jalur perjalanan ke Dumat al-Jandal (Duma) dan ke arah Syria. Muhammad perlu mendirikan pengawasan militer di sini untuk mengamankan posisinya. Zayd pergi bersama 12 tentaranya untuk menelaah daerah ini dan mengawasi gerakan2 musuh Muhammad, yakni suku2 non-Muslim yang tinggal di daerah itu. Akan tetapi, para penduduk daerah ini tidak bersikap ramah terhadap Zayd dan Islam. Mereka menyerang dan membunuh 9 tentara Muslim, dan sisanya termasuk Zayd sempat menyelamatkan diri dan kembali ke Medina.

Teror Empat Puluh Enam

Perampokan atas Bani al-Mustaliq oleh Muhammad—December, 627M

Bani al-Mustaliq adalah bagian dari suku Yahudi Khozaa. Dua bulan setelah Muhammad kembali dari Dhu Qarad (lihat Teror 40), Allah tiba2 mengatakan padanya bahwa Banu al-Mustaliq yang dipimpin oleh kepala suku yang bernama Haritha bin Abi Dirar sedang mengumpulkan kekuatan untuk melawan Muhammad. Sampai saat itu, masyarakat Banu al-Mustaliq bersikap ramah kepada Muhammad. Tapi tahu2 bagaikan petir di siang hari bolong, Muhammad menyebarkan kabar bahwa Banu al-Mustaliq sekarang bergabung dengan kaum Quraish untuk menyerang pihak Muslim. Bahkan kemudian kaum Muslim membunuh seseorang dari Banu al-Mustaliq karena curiga diintai oleh mereka. [Mubarakpuri, p.386] Dengan alasan ini , Muhammad mengumpulkan seluruh kaum pria yang sanggup berperang untuk menyerang Banu al-Mustaliq. Tidak jelas mengapa Allah tiba2 berubah pendapat tentang Banu al-Mustaliq. Akan tetapi, alasan sebenarnya adalah Banu al-Mustaliq merupakan suku Yahudi yang sangat kaya raya dan punya banyak harta benda dan Muhammad sudah lama mengincar harta mereka sebagai sasaran empuk penjarahan.

Selama ini, Muhammad tidak yakin apakah kampanye terornya terhadap suku Yahudi yang cinta damai ini akan berhasil atau tidak. Ketika usaha pembersihan ras Yahudi di Medina sukses besar, suku2 Yahudi di sekitar Medina jadi merasa takut diserang Muhammad. Jadi kaum Yahudi Banu al-Mustaliq mengambil tindakan pencegahan akan serangan terhadap diri mereka. Dapat dimengerti bahwa mereka kemudian mencari pertolongan dari suku2 lain pula. Sekarang setelah Muhammad menjadi sangat kuat secara militer, dia merencanakan untuk merampok masyarakat Yahudi ini untuk terus memperkaya para pengikutnya. Kita dapat mengambil kesimpulan ini dari kenyataan bahwa Muhammad tidak memberi kesempatan bagi suku ini untuk memeluk Islam sebelum mengalami pembasmian rasial gaya Islam. Di perampokan2 terdahulu, biasanya dia mengikuti aturan memberikan waktu tiga hari bagi para kafir untuk mengambil keputusan mau menerima Islam atau kalau tidak akan menghadapi penghancuran. Kenyataannya, Muhammad sekarang tidak suka jika suku yang kaya raya ini masuk Islam, karena ini berarti tidak ada barang jarahan bagi para Jihadisnya. Bagi Muhammad memang jauh lebih baik jika Banu al-Mustaliq tidak memeluk Islam sehingga kaum Muslim bisa menjarah apa saja melalui serangan mendadak. Ini Hadisnya:

Sahih Muslim Book 019, Number 4292:
Ibn ‘Aun mengisahkan: Aku menulis pada Nafi’ menanyakan keterangan dari dia apakah perlu untuk mengajak (kaum kafir) untuk menerima (Islam) sebelum memaksa mereka lewat pertempuran. Dia menulis (jawabannya) padaku bahwa hal ini perlu di hari2 awal Islam. Rasul Allah menyerang Banu Mustaliq pada saat mereka tidak siap dan unta2 mereka sedang minum air. Dia membunuh mereka yang melawan dan menawan selebihnya. Pada hari yang sama, dia menangkap Juwairiya bint al-Harith. Nafi’ mengatakan bahwa tradisi ini disampaikan padanya oleh Abdullah b. Umar yang (dia sendiri) berada diantara para tentara yang menyerang.

Hadis berikut menegaskan sekali lagi penyerangan yang tiba2 itu:

Hadis Sahih Bukhari Volume 3, Book 46, Number 717:
Dikisahkan oleh Ibn Aun:
Aku menulis sebuah surat kepada Nafi dan Nafi menulis jawaban suratku bahwa sang nabi tiba2 menyerang Bani Mustaliq tanpa peringatan ketika mereka sedang tidak siap dan ternak mereka sedang diberi minum di tempat air. Para pria mereka yang melawan dibunuh dan kaum wanita dan anak2 mereka ditawanan; sang Nabi mendapatkan Juwairiya di hari itu. Nafi mengatakan bahwa Ibn ‘Umar telah mengatakan kisah di atas dan Ibn ‘Umar ada dalam kelompok tentara (Muslim) tersebut.

Karena itu, dengan tujuan jelas untuk merampok dalam pikirannya, Muhammad mengumpulkan semua tentaranya untuk menyerang Banu al-Mustaliq. Banyak para Jihadis yang bergabung dengannya karena berharap dapat bagian jarahan. Muhammad memberi Abu Bakr bendera untuk penyerangan ini. Anehnya, Abdullah ibn Ubay, musuh bebuyutan Muhammad (dan dianggapnya sebagai seorang munafik) jadi salah satu pemimpin dalam serangan ini. Tentara Muslim mulai bergerak dengan 30 kuda. Setelah 8 hari berjalan, mereka berkemah di dekat sumur2 Muraysi dekat pantai, tak jauh dari Mekah. Muhammad mendirikan tenda2 baginya, Aisha dan Umm Salam, dua orang istrinya yang ikut dengannya. Ketika masyarakat Banu al-Mustaliq mendengar kedatangan para tentara Muhammad, mereka tercengang, tapi melawan dengan gagah berani. Setelah saling melepas anak2 panah dalam waktu yang singkat, tentara Muslim maju dan dengan cepat mengepung Banu al-Mustaliq. Tak lama kemudian tentara Banu al-Mustaliq berantakan dan mereka banyak yang terbunuh. Ali bin Talib membunuh beberapa orang Banu al-Mustaliq yang terluka, diantaranya adalah Malik dan anak lakinya.[Tabari, vol.viii, p.56] Muhammad merampas kumpulan unta2 mereka, menangkap banyak tawanan dan membagi-bagikannya diantara para Jihadis. 200 keluarga ditawan, 200 unta dan 500 domba dan kambing juga banyak harta benda yang dirampas. Juwariyah, anak perempuan pemimpin Banu al-Mustaliq yang muda, cantik, dan menarik termasuk salah seorang tawanan.[Muir, vol. iii, p.238] Harta benda dilelang bagi pembeli yang bersedia membayar paling mahal. Dalam usaha perampokan ini, seorang Muslim terluka parah karena Muslim lain secara tak sengaja. Tentara2 Muslim lapar akan seks dan Muhammad mengijinkan mereka memperkosa tawanan2 Banu al-Mustaliq.

Hadis Sahih Bukhari, Volume 5, Book 59, Number 459:
Dikisahkan oleh Ibn Muhairiz:
Aku masuk ke dalam mesjid dan melihat Abu Khudri dan lalu duduk di sebelahnya dan bertanya padanya tentang coitus interruptus (mengeluarkan sperma diluar vagina). Abu berkata, “Kami pergi bersama Rasul Allah untuk Ghazwa (penyerangan terhadap) Banu Mustaliq dan kami menerima tawanan2 perang diantara para tawanan perang dan kami berhasrat terhadap para wanita itu dan sukar untuk tidak melakukan hubungan seksual dan kami suka melakukan coitus interruptus. Maka ketika kami bermaksud melakukan coitus interruptus kami berkata: “Bagaimana kami dapat melakukan coitus interruptus tanpa menanyakan Rasul Allah yang ada diantara kita?” Kami bertanya padanya tentang hal ini dan dia berkata: “Lebih baik kalian tidak melakukan itu, karena jika jiwa (dalam hal ini jiwa bayi) manapun (sampai hari Kebangkitan) memang ditentukan untuk menjadi ada, maka jiwa itu pun akan ada.’”

Setelah memperkosa gadis tawanannya, Said al-Khudri membawa gadis muda ini ke pasar budak terdekat untuk dijual cepat2. Inilah lanjutan kisahnya, seperti yang dikatakan oleh al-Waqidi (vol.i, p.413) dan dikutip oleh Rodinson: [p.197]

“Seorang Yahudi berkata padaku, Abu Said, tidak heran mengapa kau mau menjual dia (tawanan wanita) karena apa yang dikandungnya dalam perutnya adalah bayi dari kamu.” Aku berkata, “Tidak, aku melakukan ‘azl (coitus interruptus).” Mendengar ini dia menjawab (dengan kasar), “Itu hampir sama dengan pembunuhan anak!” Ketika aku sampaikan kisah ini kepada sang Nabi, dia berkata, “Orang2 Yahudi itu bohong. Orang2 Yahudi itu bohong.”

Tawanan2 Banu al-Mustaliq dibawa ke Medina. Diantara para tawanan terdapat 200 wanita. Para pria dari Banu al-Mustaliq tak lama kemudian datang untuk membuat perjanjian agar kaum wanita mereka dibebaskan. Awalnya, tanpa diketahui Muhammad, Juwariyah yang cantik jatuh ke tangan Jihadis bernama Thabit bin Qays, seorang Ansar dan saudara sepupunya. Juwariyah adalah gadis muda, putri ketua suku Bin al-Mustaliq dan telah menikah dengan Musab bin Safwan. Begitu dia dijadikan tawanan, maka pernikahannya pun batal – berdasarkan hukum Islam dan dia diserahkan kepada kedua Jihadis ini untuk diperlakukan sesuka mereka. Agak mengherankan mengapa seorang tawanan gadis muda diserahkan kepada dua Jihadis pada saat yang bersamaan. Aku tidak menemukan kasus lain di mana seorang tawanan wanita dibagi dua orang tentara Muslim. Akan tetapi, sebuah catatan di buku Ibn Sa’d [Ibn Sa’d, vol.ii, p.77] mengatakan: “Jika seorang tawanan wanita diberikan kepada lebih dari satu orang, tidak ada seorang pun yang boleh berhubungan seks dengannya.” Sudah jelas bahwa ini adalah karangan buatan para penulis biografi Muhammad selanjutnya belaka untuk menyatakan bahwa Muhammad mengawini Juwariyah sebelum Juwariyah ‘dikotori’ oleh Jihadis2 lain.

Karena status sosial Juwariyah yang tinggi, penangkapnya meminta uang tebusan 9 ons emas. Juwariyah tidak dapat mengumpulkan uang sebanyak itu. Jadi dia mendekati Muhammad ketika dia sedang istirahat di rumah Aisha dan minta pengurangan akan harga tinggi yang dituntut oleh penawannya. Seketika saat Aisha melihat Juwariyah, dia merasa cemburu. Muhammad menjawab bahwa dia akan membayar uang tebusan dan mengawininya. Juwariyah setuju akan usul ini. Uang tebusan lalu dibayar dan Muhammad segera mengawininya dan membangun halaman ke tujuh bagi tempat tinggal Juwariyah dalam kumpulan haremnya yang terus bertambah. Begitu berita perkawinan Juwariyah terdengar orang2, mereka menganggap ini sebagai pertalian hubungan dengan masyarakat Banu al-Mustaliq dan dengan begitu semua tawanan dibebaskan. Nama Juwariyah yang asli adalah Barra (Suci). Setelah Muhammad menikahinya, dia memberinya nama Islam yakni Juwariyah. Dia berusia 20 tahun dan Muhammad berusia 58 ketika menikahinya. Aisha saat itu baru berusia 13 tahun! Ini Hadis Abu Daud yang mengisahkan bagaimana Muhammad menikahi Juwariyah:

Hadis Sunaan Abu Dawud Book 29, Number 3920:
Dikisahkan oleh Aisha, Ummul Mu’minin:
Juwariyyah, putri al-Harith ibn al-Mustaliq, jatuh ke tangan Thabit ibn Qays ibn atau kepada saudara sepupunya. Dia mengadakan perjanjian (dengan penawannya) untuk membeli kemerdekaannya. Dia adalah wanita yang cantik, yang paling menarik dipandang mata.

Dari penyerangan ini kita juga tahu adanya pertentang antara kaum Muhajir dan Ansar. Sejarah Islam seringkali mengatakan kerukunan hubungan antara migran Quraish (Muhajir) dan penduduk asli Medina (Ansar). Ini tidak sepenuhnya benar jika kita lihat detail yang ditulis oleh beberapa sejarawan Muslim. Ini kisah singkat tentang hubungan buruk yang meledak jadi pertikaian dalam penjarahan terhadap Banu al-Mustaliq.

Dari buku Tabari [vol. viii, pp.52-53] kita ketahui::

Pertikaian terjadi diantara kaum Ansar dan kaum Muhajir dan pedang2 dihunuskan ketika mereka menimba air dari sebuah sumur. Terdapar rasa ketidaksukaan yang besar terhadap kaum Muhajir di Medina. Abd Allah ibn Ubayy (penduduk lokal Medina) merasa sangat terganggu dengan kedatangan para migran baru Muslim yang jumlahnya lebih banyak dari penduduk Medina dan bertindak hendak mengambil alih kekuasan sepenuhnya atas Medina. Ketika percekcokan mulut terjadi diantara seorang Ansar dan seorang Muhajir, dan Abd Allah ibn Ubayy lebih merasa jengkel lagi atas kekurangajaran kaum Muhajir, dia berkata, “Apakah mereka benar2 telah melakukan itu? Mereka telah mencoba menurunkan kedudukan kita dan melebihi jumlah orang kita di tanah kita sendiri. Demi Tuhan, kata kiasan,’Buat anjingmu gemuk dan dia akan memakanmu!’ cocok betul dengan keadaan kita dan (pemakai) jilbab Quriash. Demi Tuhan jika kita kembali ke Medina, yang kuat akan mengusir yang lemah.” Lalu dia berpaling kepada orang2 sesukunya yang ada bersamanya dan berkata, “Inilah yang kau telah lakukan terhadap dirimu sendiri! Kau ijinkan mereka tinggal di tanahmu dan membagi kekayaanmu dengan mereka. Kalau saja kau simpan milikmu dari mereka, demi Tuhan, mereka akan pergi ke tanah lain dan bukan ke tanah milikmu.”

Tak lama kemudian, kebencian yang diutarakan Abd Allah ibn Ubayy sampai ke telinga Muhammad yang sedang duduk bersama Umar bin Khattab. Umar sangat marah dan minta ijin Muhammad untuk membunuh Abd Allah ibn Ubayy. Tapi Muhammad tidak mengijinkannya dan mengatakan bahwa membunuh Abd Allah ibn Ubayy hanya akan memperburuk suasana karena kaum Ansar akan marah. Untuk meredakan permusuhan dan menghindari pertumpahan darah, Muhammad menyuruh para pengikutnya kembali ke Medina tanpa menunda lagi.

Di sini kita ketahui tentang jalan pikiran fundamentalis Islam. Anak laki Abd Allah ibn Ubayy yakni Abd Allah ibn Abd Allah ibn Ubayy adalah seorang fundamentalis. Ibn Sa’d [vol.ii, p.79] menulis: Abd Allah ibn Abd Allah ibn Ubayy maju ke muka dan menunggu ayahnya datang. Ketika dia melihat ayahnya, dia menyuruhnya duduk dan berkata: “Aku tidak akan membiarkan kau pergi asalkan kau sadar bahwa kau telah direndahkan dan Muhammad adalah yang terhormat” Ini berarti, bagi seorang Jihadis sejati, tidak ada, bahkan tidak pula ayahnya sendiri, yang lebih dicintai daripada Muhammad.

Ketika Abd Allah ibn Ubayy tahu bahwa Muhammad telah mengetahui apa yang dikatakannya di depan orang2 Ansar, dia langsung mendatangi Muhammad sendiri dan menyangkal segala tuduhan atas dirinya. Muhammad sekarang bersikap ramah terhadap Abd Allah ibn Ubayy ketika orang2 mengatakan pada Muhammad bahwa dia (Muhammad) telah melenyapkan harapan Abd Allah ibn Ubayy yang tadinya telah ditentukan untuk jadi raja Medina.

Tentara2 Muslim melakukan perjalanan non-stop selama sehari semalam sampai subuh. Mereka lalu berhenti di suatu tempat dan lalu tidur. Muhammad sengaja melalukan perjalanan panjang ini sehingga kaum Muslim lelah dan melupakan perkataan tentang Abd Allah ibn Ubayy. Di malam harinya, tentara Muslim bangun dan melanjutkan perjalanan ke Hijaj dan berhenti di tempat air bernama Naqa. Di sore harinya, ketika Muhammad berada di Naqa, angin bertiup kencang sekali dan menyusahkan pihak Muslim. Mereka jadi takut dan mengira ini adalah kutukan Allah. Tapi Muhammad dengan cerdik mengatakan bahwa angin kencang itu datang bagi Muhammad untuk mengumumkan kematian salah satu dari orang2 penting kaum kafir. Ketika para Jihadi tiba di Medina, mereka mendengar bahwa Rifaah bin Zayd, orang terkemuka dari kaum Yahudi Banu Qaynuqa dan yang menyediakan tempat berlindung bagi kaum pagan telah meninggal. [catatan: kisah ini tidak masuk akal sama sekali karena Muhammad telah mengusir semua kaum Yahudi Banu Qaynuqa dari Medina]. Selama perjalanan mengarungi padang pasir, kaum Muslim tidak punya air untuk membersihkan diri, sehingga Allah mengeluarkan ayat QS 4:43 tentang Tayammum (membersihkan diri dengan tanah). Pada saat ini, seluruh Sura 63 diturunkan Allah untuk Abd Allah ibn Ubayy dan orang2 munafik semacamnya.

Ketika anak laki Abd Allah ibn Ubayy yakni Abd Allah bin Abd Allah bin Ubayy mendengar apa yang terjadi, dia mendekati Muhammad dan menawarkan diri untuk membunuh ayahnya sendiri. Dia berkata, “Rasul Allah, aku diberitahu bahwa kau ingin membunuh Abd Allah bin Ubayy karena apa yang dikabarkan padamu tentang dirinya. Jika kau memang ingin melakukan itu, perintahkan aku untuk melakukannya dan aku akan membawa kepalanya padamu. Demi Tuhan, al-Khazraj tahu bahwa tidak ada seorang pun diantara mereka yang lebih berbakti kepadanya ayahnya daripada aku. Aku khawatir engkau akan memerintah orang lain untuk membunuh ayahku dan dia akan melakukannya; dan aku akan tidak tahan melihat pembunuh Abd Allah bin Ubayy berjalan diantara orang2. (Karena itu) Aku bersedia membunuhnya, membunuh seorang Muslim untuk membalasdendam seorang kafir, dan karenanya (aku) akan masuk Api [neraka].” [Tabari, vol. viii, p.55] Mubarakpuri [p.391] menyatakan bahwa tipe Jihadis fanatik seperti ini sebagai Muslim yang ‘alim’.

Akan tetapi, Muhammad secara diplomatis menasehati Abd Allah (anak ibn Ubayy) untuk tidak melakukan hal itu tapi bersikap lembut terhadap ayahnya selama dia (Abd Allah ibn Ubayy) tetap seorang Muslim, meskipun hanya sedikit saja.

Setelah Muhammad tiba di Medina, seorang pagan dari Mekah yang bernama Miqyas bin Subbah datang ke Medina dan menjadi Muslim. Dia datang untuk minta uang darah atas saudara lakinya Hisham bin Subbah yang baru saja jadi Muslim tapi secara tak sengaja dibunuh tentara Muslim dalam penyerangan terhadap Banu al-Mustaliq. Muhammad membayar uang darah itu pada Miqyas. Setelah menerima uang darah atas saudara lakinya, Miqyas tinggal di Medina untuk waktu singkat. Lalu dia membunuh pembunuh saudara lakinya, jadi MURTAD, dan kembali ke Mekah. Kita perlu ingat nama Miqyas ini karena sebentar lagi kita lihat dia akan jadi salah satu dari orang2 yang dibidik Muhammad untuk dibunuh ketika dia menaklukkan Mekah. Miqyas dibidik untuk dibunuh bukan karena pembunuhannya atas pembunuh saudara lakinya, tapi karena dia MURTAD.

Teror Empat Puluh Tujuh

Penyerangan Kedua di Dumat al-Jandal oleh Abd al-Rahman b. Awf—December, 627M

Abd al-Rahman bin Awf adalah salah satu sahabat terdekat Muhammad. Muhammad memerintah dia untuk melakukan serangan kedua terhadap Dumat al-Jandal (Duma). Dia memerintah Abd al-Rahman, “Perangi semua dalam jalan Tuhan dan bunuh semua yang tidak percaya akan Tuhan. Janganlah kau terlena dengan jarahan, jangan berkhianat, jangan memotong-motong (mayat korban), jangan bunuh anak2. Ini adalah perintah Tuhan dan yang dilakukan nabimu diantaramu.”[Ibn Ishak, p.672]

Abd al-Rahman b. Awf pergi bersama 700 tentara dalam penyerangan ke Dumat al-Jandal (Duma), yang terletak di jalur jalan ke Khaybar, Fadak dan kemudian bercabang ke Syria dan Iraq. Duma adalah pusat perdagangan besar. Penduduknya terutama adalah Kristen dan dipimpin oleh Raja yang beragama Kristen. Dengan mengikuti hukum Islam, ketika Abd al-Rahman bin Awf tiba di Duma, dia memanggil penduduk suku itu untuk memeluk Islam dalam waktu 3 hari atau menerima penghancuran. Orang2 tidak punya pilihan melainkan tunduk pada ancaman maut ini. Di bawah ancaman itu, Al-Asbagh, pemimpin Kristen Bani Kalb menurut dan banyak pengikutnya yang lalu melakukan hal yang sama. Suku2 lain membayar pajak (Jizya) pada Abd al-Rahman. Dengan setuju membayar Jizya secara terus-menerus, mereka diperbolehkan untuk terus memeluk Kristen. Ketika kabar baik ini terdengar oleh Muhammad, dia memerintahkan Abd al-Rahman untuk menikahi Tamadhir, putri dari pemimpin Kristen Al-Asbagh. Dalam suratnya kepada Abd al-Rahman, Muhammad menulis, “Jika mereka tunduk padamu, nikahilah putri raja mereka.”[ Tabari, vol. viii, p.95

] Maka Abd al-Rahman menikahi Tamadhir binti al-Asbagh, putri raja Kristen dan membawanya ke Medina. Dia jadi salah satu dari istri2nya yang banyak, semuanya berjumlah 16, belum lagi para gundik2nya. [Muir, vol. iv, p.12, Waqidi’s note]

Teror Empat Puluh Delapan

Penyerangan di Fadak terhadap Banu Sad oleh Ali ibn Talib—December, 627M

Muhammad menerima kabar dari pengintainya bahwa Banu Sa’d, yakni suku yang tinggal di Fadak merencanakan untuk menolong kaum Yahudi Khaybar. Jadi dia lalu mengirim Ali bin Abi Talib untuk menghukum mereka. Setelah melakukan perjalanan di malam hari dan menyembunyikan diri di siang hari, Ali tiba di tempat itu dan bertiarap menunggu mereka di siang hari. Pihak Muslim menangkap mata2 yang memberitahu mereka bahwa Banu Sa’d telah setuju untuk membantu kaum Yahudi Khaybar dengan imbalan hasil panen Khaybar. Ali kembali ke Medina bersama tawanannya.

Teror Empat Puluh Sembilan

Penyerangan Terhadap Umm Qirfa dari Banu Fazarah oleh Zayd bin Haritha/ Abu Bakr—January, 628M

Para pembaca mungkin masih ingat penyerangan pertama yang dilakukan Zayd bin Haritha di Wadi al-Qura (lihat Teror 45). Setelah penyerangan ini berakhir dengan kegagalan, Zayd kemudian melakukan beberapa perampokan kecil yang tidak begitu berarti. Dalam masa ini, dia pergi untuk urusan dagang ke Syria. Ketika dia tiba di Wadi al-Qura, dia sekali lagi menyerang penduduk tempat itu. Akan tetapi kafilahnya diserang mendadak oleh suku Banu Fazarah. Dalam pertempuran ini, orang2 Banu Fazarah membunuh beberapa Muslim termasuk Ward bin Amr, salah seorang kepercayaan Zayd. Zayd sendiri juga terluka.

Setelah Zayd kembali ke Medina dengan lukanya, dia bersumpah untuk membalas dendam kematian rekannya dengan menyerang Banu Fazarah lagi. Setelah sembuh dari lukanya, Muhammad mengirim Zayd dengan sepasukan tentara untuk menyerang Banu Fazarah. Dia menyerang mereka di Wadi al-Qura dan menghancurkan sebagian besar dari mereka. Dia menawan Umm Qirfa (nama sebenarnya adalah Fatimah binti. Rabiah b. Badr), istri dari Malik bin Hudhayfah, ketua suku Banu Fazarah, sebagai tawanan. Umm Qirfa adalah wanita yang sangat tua dan memiliki anak wanita yang muda dan sangat cantik. Dia (Umm Qirfa) adalah bibi Uyeina dan menikah dengan saudara sepupunya yakni Malik, yang adalah paman dari Uyeina. Mereka membentuk cabang suku Fazarah, dan Fazarah adalah cabang suku Ghatafan. Zayd mengambil anak wanitanya sebagai tawanan dan memerintahkan seorang Jihadis yang bernama Qays bin Mohsin untuk membunuh Umm Qirfa. Walaupun dia telah berusia tua dan seorang wanita, hal ini tidak menghindarkan dirinya untuk mengalami hukuman barbar Islam dari tentara Muslim (ingat ini sebagai kemunafikan hukum Islam tentang pembunuhan atas seorang wanita . Qays mengikat kedua kakinya dengan tali dan mengikatkan tali2 pada dua unta. Dia lalu memacu unta2 ke dua arah berlawanan sehingga membelah tubuh Umm Qirfa menjadi dua. [Ibn Ishak, pp.664-665] Rodinson menulis bahwa tubuh Umm Qirfa tercabik dari seluruh anggota badannya karena ditarik berlawanan arah oleh 4 unta.[p.248] Ketika Zayd membawa anak wanita Umm Qirfa kepada Muhammad, dia memberikannya kepada Salamah bin Amr al-Akwa, Jihadis yang menangkapnya. Dia (wanita ini) berasal dari keluarga Arab yang sangat terhormat. Lalu Muhammad mengetahui bahwa salah satu paman kandungnya yakni Hazn bin Abi Wahb mengincar anak wanita Umm Qirfa yang cantik jelita. Lalu dia (Muhammad) meminta pemiliknya, yakni Salamah bin Amr bin al-Akwa, untuk memberikan wanita ini kepada paman Muhammad. Salamah bersedia memenuhi permintaan Muhammad. Maka wanita dari keluarga ningrat ini diserahkan kepada paman Muhammad untuk digunakan memuaskan nafsunya.

Teror Lima Puluh

Pembunuhan Biadab Atas Perampok2 Uraynah oleh Muhammad—February, 628M

Delapan orang suku Banu Uraynah, yang merupakan suku Bedouin, datang menghadap Muhammad dan memeluk Islam. Udara Medina tidak cocok bagi mereka. Mereka mengeluh sakit perut akibat suatu wabah penyakit. Muhammad memberi beberapa untanya untuk dibawa oleh mereka; dan menganjurkan mereka untuk minum susu dan air kencing unta sebagai obat. Mereka mengiring unta2 itu ke dataran di sebelah selatan Quba untuk merumput. Dengan mengikuti anjuran Muhammad, mereka akhirnya sembuh dari masalah sakit perut. Lalu mereka melarikan unta2 itu dan membunuh penggembala unta, memotong kaki2 dan tangan2nya dan menusukkan paku2 tajam ke lidah dan matanya. Ketika kabar ini didengar Muhammad, dia mengirim 20 tentara berkuda untuk mengejar para perampok. Mereka menangkap perampok2 itu dan membawa kembali semua unta2, kecuali satu. Ke-8 orang ini lalu dibawa ke hadapan Muhammad. Dia memerintahkan agar tangan2 dan kaki2 mereka dipotong dan mata2 mereka ditusuk. Tubuh2 mereka dijejerkan dan dibaringkan di bawah panas matahari di dataran al-Ghaba sampai mereka mati. [Ibn Ishak, p.677-678] Di kasus ini ayat2 hukuman bagi yang memerangi Allah dan bagi pencuri dikeluarkan (QS 5:39, 33)

Kisah ini terdapat pula di sini
Hadis Sahih Bukhari, Volume 8, Book 82, Number 796:
Dikisahkan oleh Anas:
Sekelompok orang dari (suku) Ukl menghadap kepada sang Nabi dan mereka tinggal bersama orang2 As-Suffa, tapi mereka jadi sakit karena udara Medina tidak cocok bagi mereka, jadi mereka berkata, “O Rasul Allah! Sediakan kami susu.” Sang Nabi berkata, “Aku tidak melihat cara lain bagimu kecuali menggunakan unta2 milik Rasul Allah.” Maka mereka pergi dan minum susu dan air kencing unta2 (sebagai obat) dan menjadi sehat dan gemuk. Lalu mereka membunuh penggembala unta dan mencuri unta2nya. Ketika orang minta tolong dan datang kepada Rasul Allah, dia mengirim beberapa orang2nya untuk mengejar mereka, dan mereka ditangkap dan dibawa kembali sebelum tengah hari. Sang Nabi memerintahkan paku2 besi dipanaskan sampai merah, dan ditusukkan ke dalam mata2 mereka dan tangan2 dan kaki2 mereka dipotong dan tidak dibakar. Lalu mereka dibaringkan di tempat yang bernama Al-Harra dan ketika mereka minta air untuk minum, mereka tidak diberi sampai mereka mati. (Abu Qilaba berkata, “Orang2 itu mencuri dan membunuh dan melawan Allah dan RasulNya.”)

Teror Lima Puluh Satu

Pembunuhan atas Al-Yusayr bin Rizam dan Sekelompok Yahudi Khaybar di al-Qarqara—February, 628M

Bahkan setelah membunuh Abu Rafi (yang juga dikenal sebagai Sallam ibn Abul-Huqayq), yang adalah ketua kaum Yahudi Khaybar di bulan Desember 624 (lihat Teror 20), Muhammad masih juga belum merasa aman dari kaum Yahudi Khaybar. Ketua Yahudi Khaybar yang baru bernama Al-Yusayr bin Rizam. Dia punya hubungan yang baik dengan Banu Ghatafan, suku yang ditakuti Muhammad. Muhammad mendengar bahwa Al-Yusayr bin Rizam merencanakan untuk menyerangnya. Maka dia cepat2 mengutus Abdallah ibn Rawaha, ketua Banu Khazraj pergi ke Khaybar untuk mengumpulkan informasi untuk diam2 membunuh Al-Yusayr. Tapi Abd Allah ibn Rawaha menemukan bahwa pihak Yahudi sangat waspada dalam menghadapi kemungkinan pembunuhan politis dan rencana ini sukar dilaksanakan.

Ketika dia kembali ke Medina dengan berita buruk, Muhammad kembali mengirimnya secara terang2an dengan 30 orang (atau 30 pembunuh pilihan) naik unta untuk membujuk al-Yusayr bin Rizam datang ke Medina. Ketika kaum Muslim tiba di Khaybar, orang2 Yahudi memperlakukan mereka dengan baik. Abd Allah ibn Rawaha berpura-pura bersikap ramah dengan orang2 Yahudi dan mengundang al-Yusayr bin Rizam untuk datang ke Medina bersama mereka. Mereka meyakinkan al-Yusayr bahwa Muhammad menjamin keselamatannya dengan setulus hati. Pada mulanya, al-Yusayr menolak. Tapi karena desakan terus-menerus utusan Muslim, akhirnya dia bersedia dan pergi bersama mereka dengan dikawal beberapa orang Yahudi. Satu dari utusan2 Muslim yang bernama Abd Allah bin Unays membantu al-Yusayr naik untanya dan lalu ikut naik dan duduk di belakangnya. Ketika mereka tiba di al-Qarqarat yang letaknya sejauh 6 mil dari Khaybar, al-Yusayr menyadari tujuan buruk kaum Muslim dan dia mengubah pendiriannya untuk pergi bertemu Muhammad. Dia turun dari untanya yang ditungganginya bersama-sama Abd Allah Unays. Abd Allah Unays mengaku bahwa dia melihat al-Yusayr menghunuskan pedangnya. Maka dia menyerang dan memotong kakinya. Al-Yusayr memukul Abd Allah bin Unays dengan sepotong kayu dan melukai kepalanya. Ibn Ishak lalu menulis bahwa Tuhan membunuh al-Yusayr. Kaum Muslim membunuh semua orang2 Yahudi kecuali seorang yang berhasil melarikan diri. Ketika Abd Allah bin Unays menghadap Muhammad, Muhammad meludah di lukanya dan lukanya sembuh seketika. [Ibn Ishak, pp.665-666] Muhammad memuji Allah ketika dia mendengar berita pembunuhan atas al-Yusayr b. Rizam dan pembunuhan atas kaum Yahudi.

Teror Lima Puluh Dua

Perampokan Atas Khaybar dan Fadak oleh Muhammad—May, 628M

Di musim semi (sekitar bulan Maret) tahun 628, Muhammad bersama 1.500 pengikutnya yang taat berangkat untuk melakukan Umrah di Mekah. Akan tetapi karena merasa takut mereka melakukan pengacauan, pihak Mekah tidak memperkenankan Muhammad untuk masuk kota dan memaksa mereka berkemah di tempat yang bernama Hudaibiya tak jauh dari Mekah. Ketika di sana, dia membuat perjanjian bersama kaum Quraish untuk berdamai selama 10 tahun dan kaum Quraish akan mengijinkan Muhammad masuk Mekah mulai tahun depan untuk melaksanakan ibadah Haji dengan para pengikutnya. Inilah perjanjian Hudaibiya yang terkenal itu.

Setelah menandatangani perjanjian ini, Muhammad dan pengikutnya meninggalkan Mekah. Di perjalanan dia mendengar gerutuan para pengikutnya karena Muhammad setuju untuk membuat perjanjian yang sangat menguntungkan pihak Quraish. Apalagi dengan perjanjian itu, kaum Jihadis jadi kehilangan kesempatan lebih jauh untuk merampok orang2 Mekah. Muhammad cukup cerdik untuk menyadari bahwa dia harus terus menerus menghadiahi para Jihadisnya melalui harta benda rampokan, sebab kalau tidak, meraka akan kehilangan iman terhadap dia. Saat itu terjadi kemarau hebat pula di Medina. Lalu di perjalanan pulang ke Medina itu, dia memutuskan untuk melakukan serangan mendadak terhadap kaum Yahudi. Karena semua kaum Yahudi di sekitar Medina telah diusir atau dimusnahkan, maka Muhammad menetapkan untuk merampok dan menjarah suku Yahudi sisa yang tinggal di Khaybar. Haykal menulis bahwa kaum Yahudi yang tinggal di Khaybar adalah yang terkuat, terkaya dan punya peralatan perang terlengkap dari semua masyarakat di Arabia (Hykal, Ch. Khaybar expedition). Untuk meyakinkan dan menyenangkan Muhammad atas tujuan perampokan ini, Allah menurunkan Sura al-Fath (Kemenangan, Sura 48 ), memaafkan dosa2nya yang dulu dan masa depan (48:2) dan menjamin kemenangannya (48:21) melalui bantuan Allah. Di ayat2 48:16,20 Allah menjanjikan barang2 jarahan karena bergabung dalam Jihad untuk memperkaya kehidupan material para Jihadis. Mubarakpuri [p.431] mengatakan secara tegas bahwa janji barang jarahan ini berarti perampokan atas Khaybar. Dengan janji2 ilahi ini, para pengikut Muhammad merasa kuat dan sekarang mereka siap untuk melakukan penyerangan baru, dan hanya dalam waktu beberapa minggu setelah kembali dari Hudaibiya, mereka pergi lagi menuju Khaybar untuk merampoki masyarakatnya.

Kita bisa baca kebenaran kisah perampokan tanpa sebab ini dari sejarah yang ditulis oleh al-Tabari [vol.viii, p.117]:

Di masa kemarau besar di Medina saat itu, sekelompok orang Banu Aslam yang baru saja memeluk Islam menghadap Muhammad untuk minta bantuan. Tapi Muhammad tidak punya apa2 untuk membantu mereka. Jadi dia berdoa pada Allah agar mereka bisa menjarah perbentengan kaum Yahudi Khaybar yang banyak harta, termasuk pertanian mereka yang hijau subur. Dia berkata, “O Tuhan, Kau tahu keadaan mereka, bahwa mereka tidak punya kekuatan dan aku tidak punya apapun untuk kuberikan pada mereka. Bukalah bagi mereka (kesempatan menyerang) bagian terbesar perbentengan Khaybar, yang paling kaya akan makanan dan daging berlemak.”

Di pagi harinya, Muhammad menjarah benteng Yahudi milik al-Sa’b b. Muadh (ketua suku Yahudi) yang memiliki paling banyak makanan yang berlimpah.

Bahkan Sahih Bukhari menulis tujuan utama untuk menyerang Khaybar adalah makanan:

Hadis Sahih Bukhari Volume 5, Book 59, Number 547:
Dikisahkan oleh 'Aisha:
Ketika Khaibar ditaklukkan, kami berkata, “Sekarang kita bisa makan kurma2 kami!”

Hadis Sahih Bukhari Volume 5, Book 59, Number 548:
Dikisahkan oleh Ibn Umar:
Kami tidak makan kecuali setelah kami menaklukkan Khaibar.

Adalah penting untuk menelaah operasi perampokan ini secara detail, karena tindakan2 kaum Jihadis dalam operasi teror ini menggambarkan secara tepat jalan pikir sebenarnya sang Rasul Allah. Seperti yang telah ditulis sebelumnya, ketika dia kembali dari Hudaibiya, Muhammad telah menjanjikan pengikutnya hasil jarahan yang besar. Enam minggu berlalu tanpa ada kejadian apa2. Para pengikutnya jadi mulai tidak sabar. Dia sekarang mulai mencari alasan untuk melakukan perampokan terhadap kaum Yahudi. Tapi alasan tidak kunjung ditemukan. Karena itu pada bulan May 628, dia tanpa alasan dan secara tiba2 melakukan serangan terhadap kaum Yahudi di Khaybar. Tentara Muhammad mulai bergerak ke arah Khaybar dan jumlah mereka adalah 1.400 orang. Tentara berkuda berjumlah sekitar 100 – 200. Banyak orang2 Bedouin dan suku2 Medina lainnya yang sebelumnya tidak peduli akan Muhammad, sekarang ingin ikut bergabung untuk melakukan perampokan. Tapi Muhammad menolak mengajak mereka karena mereka dulu tidak mau ikut pergi ke Hudaibiya. Harta rampokan Khaybar khusus hanya untuk para teroris yang bersedia menemani Rasul Allah di masa susah dan senang. Di ayat QS 48:15, Allah juga memerintahnya untuk tidak mempercayai orang2 Arab munafik ini. Umm Salama, yakni salah seorang dari 7 istri2 Muhammad, menemani sang Nabi penuh kasih ini. Dengan menggunakan undian (yang memang kebiasaannya), Muhammad memilihnya dari antara istri2nya yang banyak itu. Tentara Muslim bergerak mengarungi jarak 100 mil dalam waktu 4 sampai 5 hari. Ibn Sa’d [vol ii, p.133] menulis bahwa ini terjadi di bulan puasa, beberapa tentara Muslim sedang berpuasa, beberapa tidak. Sebelum melakukan serangan mendadak terhadap kaum Yahudi Khaybar, Muhammad berhenti di lembah yang bernama al-Rajii, ini bukan al-Rajii dekat Taif di mana pengikut2 Muhammad dibunuh (lihat Teror 25). Dia berkemah di situ diantara daerah tempat tinggal suku Ghatafan dan masyarakat Khaybar. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah suku Ghatafan datang membantu Yahudi Khaybar pada saat mereka diserang.

Meskipun begitu, kala kaum Ghatafan mendengar bahwa Muhammad berusaha menyerang Khaybar, mereka mengumpulkan tentara mereka dan bergerak maju untuk menolong orang2 Khaybar. Setelah bergerak selama sehari, mereka mendengar bahwa Muhammad telah menyerang sanak keluarga mereka yang ditinggal di rumah. Karena itu mereka balik kembali dengan tujuan melindungi keluarga mereka. Ini adalah tipuan cerdik dari pihak Muslim, karena sekarang jalan ke Khaybar terbuka dari rintangan bagi Muhammad. Muhammad lalu sembahyang subuh dan menyerang masyarakat Khaybar sambil berkata bahwa pagi hari merupakan saat yang sial bagi kaum kafir (lihat Hadis Sahih Bukhari, vol. 4, book 52, number 195). Serangan terjadi begitu mendadak sehingga para petani Khaybar tercengang ketika di dini pagi hari mereka hendak berangkat ke ladang pertanian dan mereka melihat tentara2 Muslim sudah mengepung daerah itu. Serangan tiba2 tentara Muslim in memunahkan semua harapan kaum Yahudi untuk dapat bantuan dari suku Banu Ghatafan.

Ibn Ishaq menulis bahwa teriakan perang kaum Muslim di Khaybar adalah, ‘O engkau kaum yang menang, BUNUH, BUNUH!’ [p.770] Memang sudah jadi kebiasaan Islam untuk menyerang suatu tempat di pagi hari dengan menyebut nama Allah (ingat kejadian pagi hari 9/11). Ini Hadis Sahih Bukhari yang menegaskan serangan mendadak tanpa alasan kepada kaum Yahudi Khaybar (kau juga akan temukan beberapa Ahadis yang sama di Sahih Bukhari dan Sahih Muslim).

Hadis Sahih Bukhari Volume 1, Book 11, Number 584:
Dikisahkan oleh Humaid:
Anas bin Malik berkata, “Kapanpun sang Nabi pergi bersama kami untuk berperang (demi tujuan Allah) melawan negara manapun, dia tidak pernah memperbolehkan kami menyerang sampai pagi dan dia akan menunggu dan melihat: jika dia mendengar suara Azan, dia akan membatalkan serangan dan jika dia tidak mendengar suara Azan, dia akan menyerang mereka.” Anas menambahkan, “Kami mencapai Khaybar di malam hari dan di pagi hari ketika dia tidak mendengar suara Azan untuk sembahyang, dia (sang Nabi) memacu (kuda) dan aku memacu di belakang Abi Talha dan kakiku menyentuh kaki Nabi. Penduduk Khaibar ke luar dengan keranjang dan pacul dan mereka melihat sang Nabi dan berteriak, “Muhammad! Demi Allah, Muhammad dan tentaranya.” Ketika Rasul Allah melihat mereka, dia berkata, “Allahu-Akbar! Allahu-Akbar! Khaibar hancur. Kapanpun kami mendekati daerah (yang bermusuhan untuk diperangi), maka kesialan datang di pagi hari bagi mereka yang telah diperingatkan.”

Orang2 Yahudi Khaybar yang terkejut itu seketika balik kembali ke dalam benteng mereka dan mempertahankan diri dari serangan tentara Muhammad. Mereka punya sedikit waktu untuk bertemu dengan pemimpin mereka yang baru yang bernama Abul Huqayq dan lalu menempatkan diri mereka di bagian depan benteng Qamus dan siap untuk melakukan pertarungan sengit. Beberapa bulan sebelumnya, Muhammad telah membunuh Sallam ibn Abul-Huqayq (Abu Rafi) dan seorang ketua kaum Yahudi Al-Yusayr bin Rizam (lihat Teror 51). Di awal pertempuran, Muhammad melakukan beberapa usaha untuk membuat mereka ke luar dari benteng mereka yang kokoh, tapi semuanya tidak berhasil. Lalu seorang Yahudi yang bernama Marhab menantang kaum Muslim untuk bertarung satu lawan satu. Jihadis yang bernama Amir menghadapi Marhab. Ketika sedang menyerang Marhab, Amir secara tak sengaja memotong urat nadinya sendiri dan iapun mati. Banyak Muslim mengira Amir telah bunuh diri dan minta penjelasan Muhammad bagi mereka yang bunuh diri ketika bertarung melawan kafir. Muhammad meyakinkan mereka bahwa Amir akan menerima upah dua kali lipat bagi usaha bunuh dirinya. Dengan mengutip rantai pencerita yang dapat dipercaya (isnad), Ibn Sa’d menulis: ‘ Salamah ibn Akwa berkata: “Aku bersua dengan para pengikut Rasul Allah yang menyatakan: “Semua perbuatan baik Amir telah hilang karena dia bunuh diri.” Salamah berkata: Lalu aku menghadap Rasul Allah sambil menangis dan bertanya: “Apakah amal Amir jadi sia2?” Dia berkata, “Dan siapa yang berkata begitu?” Aku berkata beberapa pengikutmu (berkata begitu). Rasul Allah berkata: “Dia yang berkata begitu menyatakan kebohongan. Upahnya (Amir) telah jadi dua kali lipat.” [Ibn Sa’d, vol.ii, p.138]

Setelah kematian (bunuh diri) Amir, Muhammad bin Maslamah (sang pembunuh bayaran) bertarung dengan Marhab dan dalam pertarungan sengit dia membunuh Marhab. Lalu saudara laki Marhab yang bernama Yasir maju ke muka untuk membalas kematian saudaranya. Jihadis al-Zubayr maju ke depan untuk menghadapinya. Setelah bertarung singkat, al-Zubayr membunuh Yasir.

Pertarungan umum sekarang berlangsung dan pihak Muslim menguasai keadaan. Kaum Yahudi bertambah terdesak. Muhammad mulai merampasi harta benda Khaybar satu per satu, benteng demi benteng. Dia menaklukkan benteng pertama milik Na’im. Sahabat Muhammad yang bernama Mahmud bin Maslama (saudara laki Muhammad bin Maslama) dibunuh ketika sebuah batu digulirkan ke arahnya. Benteng selanjutnya yang takluk adalah Qamus, milik Abul Huqayq. Lalu Muhammad mengepung dua benteng terakhir, yakni milik al-Watih dan al-Sulalim, masing2 selama 13 dan 19 hari. Pemimpin kaum Yahudi yakni Sallam ibn Mishkam dibunuh dan al Harith ibn Abu Zaynab mengambil alih kepemimpinan. Banyak orang2 Yahudi yang dikalahkan di benteng2 sebelumnya lalu berlindung di dua benteng terakhir dan Muhammad menghadapi kesulitan untuk menembusnya. Jadi dia, sebagaimana hukum Islam, memotong jalur air ke benteng. Karena itu pihak Yahudi tidak punya pilihan selain menyerah terhadap tentara Muslim. Muhammad melanjutkan usaha perampokannya sampai dia selesai mengambil semua barang yang bisa dirampasnya. Dia setuju untuk mengampuni nyawa para Yahudi yang telah menyerah dan membiarkan mereka meninggalkan tempat tinggalnya asalkan mereka menyerahkan logam2 kuning dan putih (yakni emas dan perak) yang mereka miliki. Kaum Yahudi diperbolehkan membawa barang2 yang bisa diangkut oleh unta2 dan keledai2 mereka kecuali barang2 emas dan perak. Kalau berani melanggar aturan ini berarti mati – begitu ancaman Muhammad.

Pihak tentara Muslim menang mutlak. Kaum Yahudi kehilangan 93 orang, sedangkan pihak Muslim hanya 19 orang. Muhammad menangkap beberapa orang Yahudi sebagai tawanan perang, termasuk Safiyyah binti Huyayy bin Akhtab, seorang gadis muda yang sangat cantik yang baru saja menikah dengan Kinanah bin al-Rabi bin al-Huqayq. Safiyyah adalah anak wanita ketua kaum Yahudi Banu Nadir yakni Huayy bin Akhtab. Muhammad memenggal kepala Huayy bin Akhtab pada saat pemenggalan para lelaki Yahudi Banu Qurayzah. Muhammad telah mengusir kaum Yahudi Banu Nadir ke luar dari Medina (lihat Teror 28). Kinanah baru saja menikahi Safiyyah yang muda dan ceria dan Kinanah juga menerima banyak harta benda sebagai pemberian. Muhammad juga mengambil dua gadis anak dari paman kandung Safiyyah. Awalnya, Jihadis Muslim bernama Dihyah al-Kalbi meminta Safiyyah. Tapi ketika Muhammad melihat kecantikan Safiyyah yang tiada tandingnya, dia lalu memilih Safiyyah bagi dirinya sendiri dan menukarnya dengan dua saudara sepupu Safiyyah untuk Dihyah.

Tabari menulis [221]:

Setelah Rasul Allah menaklukkan al-Qamus, benteng milik Ibn Abi al-Huqyaq, Safiyyah bt. Huyayy b. Akhtab dibawa menghadap kepadanya dan seorang wanita lagi dengannya. Bilal yang membawa mereka membiarkan mereka menyentuh orang2 Yahudi yang terbunuh. Ketika wanita yang bersama Safiyyah melihat mereka, dia menangis, memukul mukanya dan mencurahkan tanah ke atas kepalanya. Ketika Rasul Allah melihatnya, dia berkata, “Bawa pergi wanita setan ini dari padaku!” Dia memerintahkan agar Safiyyah tetap berada di belakangnya dan Rasul Allah telah memilihnya bagi dirinya sendiri.”

Para sejarawan Muslim menulis bahwa Kinanah telah menamparnya di malam sebelumnya karena dia menunjukkan ketertarikan (seperti jatuh cinta) pada raja Hijaz, yakni Muhammad. Ketika Saffiyah dibawa kepada Muhammad, di mukanya masih tampak bekas tamparan – begitu dikisahkannya. Ketika Muhammad menanyakannya tentang memar hitam di sekitar matanya, Safiyyah menerangkan peristiwa penamparan. Tulisan ini jelas hanyalah karangan belaka, kalau bukan bohong sama sekali, karena tidak ada satupun biografi Muhammad yang menulis bahwa Saffiyah pernah jatuh cinta atau merasa tertarik kepada Muhammad. Bagaimana mungkin gadis remaja Banu Nadir bisa jatuh cinta pada penyerang bangsanya yang berusia 60 tahun, yang beberapa tahun lalu baru saja mengusir semua kaum Yahudi Banu Nadir ke luar Medina dan bahkan memancung ayahnya sendiri?

Muhammad menuduh suami Saffiyah yakni Kinanah dan saudara sepupunya menyembunyikan kekayaan mereka dan ini melanggar aturan penyerahan diri. Muhammad terutama marah karena Kinanah menyembunyikan harta yang diterimanya (berjumlah sekitar 10.000 Dinar atau Rp 5.000.000.000) atas perkawinannya dengan anak ketua Banu Nadir (yakni Safiyyah). Seorang pengkhianat Yahudi membocorkan rahasia bahwa Kinanah menyembunyikan emasnya. Orang Yahudi ini pergi dan mendapatkan harta itu. Kinanah dan saudara sepupunya lalu ditangkap oleh tentara Muslim dan dibawa menghadap Muhammad. Muhammad menuduhnya menyembunyikan kekayaan. Ketika Kinanah menyangkal, Muhammad memerintahkan penyiksaan bagi dirinya. Dia disiksa dengan cara dadanya dibakar dan lalu dipancung (ingat peristiwa penyiksaan dan pemenggalan gaya Islam atas Nick Berg).

Dengan mengutip Ibn Ishaq, Tabari menulis [vol. viii. p.123]:

‘Kinanah bin al-Rabi bin al-Huqyaq yang memiliki harta karun Banu Nadir dibawa menghadap Rasul Allah, yang menanyai dia, tapi dia membantah tahu akan hal itu. Lalu Rasul Allah membawa seorang Yahudi yang berkata padanya, “Aku telah melihat Kinanah berjalan di sekitar puing2 ini setiap pagi.” Rasul Allah berkata kepada Kinanah, “Apa yang kau lakukan? Jika kita temukan hartamu, aku bunuh kamu.” “Baiklah,” jawabnya. Rasul Allah memerintahkan agar puing2 itu digali dan beberapa harta ditemukan di dalamnya. Lalu dia tanya di mana sisa harta yang lain. Kinanah tidak bersedia menjawabnya, sehingga Rasul Allah memerintahkan al-Zubayr sambil berkata, “siksa dia sampai dia mengaku apa yang dia miliki.” al-Zubayr terus-menerus memutar tongkat berapinya di dada Kinanah sampai Kinanah hampir mati dan lalu Rasul Allah menyerahkan Kinanah kepada Muhammad bin Maslamah, yang kemudian memenggal Kinanah sebagai balas dendam kematian saudara lakinya yakni Mahmud bin Maslamah.’

Muir [vol .iv, p.68] menulis bahwa kepala2 dua pemimpin (Kinanah dan saudara sepupunya) dipenggal. Karena Muhammad merasa pihak Yahudi (dalam hal ini Kinanah) melanggar perjanjian dengan menyembunyikan kekayaan, maka sekarang Muhammad mengijinkan Jihadis Muslim untuk memiliki kaum wanita dan anak2 Yahudi Khaybar.

Ketika pemancungan selesai, Muhammad mengirim Bilal untuk menjemput Safiyyah, istri Kinanah. Kecantikannya terkenal di Medina. Nama aslinya adalah Zaynab dan seperti yang telah ditulis, dia awalnya jatuh ke tangan Jihadis bernama Dhiya al-Kalbi. Akan tetapi, ketika Muhammad mendengar tentang kecantikan Safiyyah yang luar biasa, dia memilih Safiyyah sebagai Safi-nya (yakni pilihan spesial yang ditentukan Muhammad sebelum khumus dan pembagian barang jarahan bagi kaum Muslim). Jadi ketika Zaynab menjadi Safi milik Muhammad, dia pun lalu dikenal sebagai Safiyyah (pilihan spesial Muhammad).

Ini Hadis Sunan Abu Daud yang dikisahkan oleh tak lain daripada Aisya, istri tersayang Muhammad, yang pada waktu itu juga adalah seorang remaja.

Hadis Sahih Sunan Abu Dawud: Kitab al-Kharaj, Book 19; number 2988
Aisya berkata: Safiyyah dipanggil dari kata safi (bagian spesial bagi sang Nabi).

Untuk menikmati jarahan spesial ini, Muhammad memerintah Bilal, orang Negro yang menyuarakan sembahyang, untuk menjemput Safiyyah ke kemah Muhammad. Bilal membawa Safiyyah dan kedua saudara sepupunya langsung melalui medan perang di mana terdapat mayat2 Kinana dan saudara sepupunya. Kedua saudara sepupu Safiyyah ketakutan ketika mereka melihat mayat2 anggota keluarga mereka yang dikasihi. Mereka minta pada Bilal yang berhati batu untuk tidak dibawa ke sana, tapi sia2 saja. Ketika mereka dibawa kepada Muhammad, dia mengutuk kedua sepupu yang ketakutan ini sebagai wanita2 setan dan lalu menyelubungkan mantelnya di sekeliling tubuh Safiyyah untuk menandakan bahwa Safiyyah adalah miliknya seorang. Muhammad menghibur Dhiyah yang kecewa dengan memberikannya kedua sepupu Safiyyah tadi. [Muir, vol iv, p.69]

Kita juga bisa baca bahwa menurut Ibn Sa’d, Muhammad membeli Safiyyah dari Dhiyah seharga 7 unta (sekitar 70 juta). Di malam yang sama Muhammad memiliki Safiyyah, dia membawanya masuk ke dalam tendanya untuk tidur bersamanya.

Inilah yang ditulis oleh Ibn Sa’d [Ibn Sa’d, vol.ii, p.145]:

“…. di malam harinya, dia (Muhammad) memasuki tenda dan dia (Safiyyah) masuk bersamanya. Abu Ayyub datang ke sana dan berdiri di luar tenda dengan pedang dan kepalanya dekat pada tenda. Di pagi harinya, Rasul Allah melihat gerakan suatu tubuh dan berkata, “Siapa itu?” Dia menjawab,”Aku adalah Abu Ayub.” Dia (Muhammad) bertanya, “Mengapa kamu ada di sini?” Dia menjawab, “O Rasul Allah! Gadis ini baru saja dikawinkan (denganmu) dan kau telah lakukan apa yang kau telah lakukan pada suaminya yang terdahulu. Aku khawatir akan keselamatanmu, jadi aku ingin dekat berjaga bagimu.” Akan hal ini Rasul Allah berkata dua kali, “O Abu Ayub! Semoga Allah menunjukkanmu pengampunan.”

Untuk menyembunyikan sifat Muhammad yang penuh berahi, para penulis biografi Muslim seringkali menyebut bahwa dia mengawini Safiyyah sebelum menidurinya. Tapi mereka lupa mengutarakan bahwa Muhammad tidak mengikuti aturan menunggu (3 bulan lamanya).untuk menikahi janda (Safiyyah) yang suaminya baru saja mati.

Versi Islam tentang pemilikan Muhammad atas Safiyyah tertulis sebagai berikut:

Muhammad segera mengawini Safiyyah dengan menyediakan hidangan perkawinan yang besar. Setelah pesta makan berakhir, Muhammad memerintahkan agar Safiyyah mengenakan cadar untuk menghindari dari tatapan orang2. Ini adalah tanda yang jelas bahwa Muhammad menikahi Safiyyah dan tidak mengambilnya sebagai budak wanita.

Hadis Sahih Bukhari, Volume 5, Book 59, Number 512:
Dikisahkan oleh Anas:
Sang Nabi melakukan sembahyang subuh dekat Khaibar ketika keadaan masih gelap dan berkata, “Allahu-Akbar! Khaibar dihancurkan, karena kapanpun kita mendekati daerah (bermusuhan untuk berperang), maka kesialan akan menimpa di pagi hari bagi mereka yang telah diperingatkan.” Lalu penduduk Khaibar ke luar berlarian di jalan2. Sang Nabi memerintahkan para prajurit dibunuh, dan kaum wanita dan anak2 dijadikan tawanan. Safiya adalah salah satu para tawanan. Awalnya dia jatuh ke tangan Dahya Alkali tapi kemudian dia dimiliki sang Nabi. Sang Nabi memberikan kemerdekaan baginya sebagai ‘Mahr’ (mas kawin).

Muhammad berusia 60 tahun ketika menikahi Safiyyah yang adalah remaja berusia 17 tahun. [Rodinson, p.254] Dia dijadikan istri Muhammad yang ke-8.

Pada saat membuat pertimbangan tentang nasib para Yahudi Khaybar, Muhammad mengirim pesan kepada kaum Yahudi Fadak dan meminta mereka untuk menyerahkan harta benda dan kekayaan mereka, kalau tidak Muhammad akan menyerangnya. Pada saat itu kaum Yahudi Fadak telah mendengar kekalahan kaum Yahudi Khaybar. Untuk menyelamatkan nyawa, mereka minta Muhammad mengambil harta benda mereka dan membiarkan mereka pergi meninggalkan tanahnya. Muhammad memang melakukan hal itu. Setelah kaum Yahudi Khaybar menyerah dan kehilangan mata pencarian untuk hidup, mereka minta padanya untuk boleh berladang di tanah bekas milik mereka dan dengan perjanjian akan membagi setengah dari hasil panen. Muhammad menganggap memang lebih berguna untuk memperkerjakan mereka karena kaum Yahudi sangat ahli dalam bertanam, sedangkan kaum Muslim (pemilik baru tanah itu) tidak punya pengalaman bertanam dan keahlian mereka hanyalah membunuh. Jadi Muhammad lalu membuat persetujuan dengan kaum Yahudi Khaybar yang mengijinkan kaum Yahudi untuk bekerja di tanah bekas milik mereka, tapi Muhammad tetap punya kekuasaan untuk mengusir mereka kapan saja dia mau. Kaum Yahudi tidak punya banyak pilihan selain setuju dengan keputusan ini.

Keputusan yang sama juga diterapkan pada kaum Yahudi Fadakk membuat masyarakat kami menderita sudah kau ketahui sendiri. Maka aku berkata, ‘Jika dia memang seorang nabi, dia akan tahu, tapi jika adalah seorang raja, aku akan berhasil membunuhnya.’” [227] Zaynab lalu dihukum mati. Penulis sejarah lain mengatakan dia dibebaskan. Dikatakan bahwa efek racun terus bekerja sampai ajal Muhammad.

Nilai harta jarahan dari Khaybar sungguh besar. Seperti biasa, seperlima jarahan diserahkan untuk Muhammad. Sisanya empat per lima jarahan lalu dibagi-bagikan menjadi 1.800 bagian. Satu bagian bagi tentara berjalan kaki dan tiga bagian bagi tentara berkuda. Aturan Islam yang berbeda diterapkan bagi tanah rampasan. Separuh tanah Khaybar diberikan kepada Muhammad dan keluarganya (yakni seperti tanah milik kerajaan). Sisa tanah yang lain dibagi-bagikan dengan cara yang sama seperti harta benda jarahan. Hanya Jihadis yang sebelumnya ikut ke Hudaibiya saja yang diberi jatah jarahan, terlepas dari apakah mereka ikut dalam perampokan Khaybar atau tidak.

Sahih Bukhari, Volume 3, Book 39, Number 531:
Dikisahkan oleh Ibn ‘Umar:
Umar mengusir kaum Yahudi dan Kristen dari Hijaz. Ketika Rasul Allah telah menaklukkan Khaibar, dia ingin mengusir kaum Yahudi dari tanah itu karena tanah itu telah jadi milik Allah, RasulNya dan para Muslim. Rasul Allah bermaksud mengusir kaum Yahudi tapi mereka meminta padanya untuk diijinkan tinggal dengan syarat mereka akan mengerjakan tanah dan menerima separuh panen buahnya. Rasul Allah berkata kepada mereka, “Kami akan ijinkan kamu tinggal dengan persyaratan itu, selama waktu yang kau inginkan.” Jadi mereka (kaum Yahudi) tetap tinggal di tanah itu sampai ‘Umar memaksa mereka pergi ke Taima’ dan Ariha’.

Muhammad menggunakan tanah rampasan dari kaum Yahudi Khaybar untuk membiayai istri2nya yang terus bertambah dalam Haremnya.

Hadis Sahih Muslim Book 010, Number 3759:
Ibn Umar melaporkan:
Rasul Allah menyerahkan kembali tanah Khaibar (dengan syarat) sebagian hasil buah dan panen, dan dia juga memberi istri2nya setiap tahun 100 wasq: 80 wasq kurma dan 20 wasq gandum. Ketika ‘Umar menjadi Kalifah, dia membagi-bagikan (tanah2 dan pohon2) Khaibar, dan memberikan pilihan kepada istri2 Rasul Allah untuk memilih sendiri tanah dan airnya atau tetap memilih menerima wasq setiap tahun. Mereka membuat keputusan yang berbeda satu sama lain. Beberapa dari mereka memilih tanah dan air, dan yang lain tetap memilih menerima wasq setiap tahun. Aisya dan Hafsa adalah diantara dari mereka yang memilih tanah dan air.

Sahabat dan panglima perang Muhammad yakni Umar ibn Khattab menjadi tuan tanah tanah rampasan di Khaybar. Ini Hadis Sahih Muslim yang menjelaskan pengambilan hak tanah milik kaum Yahudi yang dilakukan Umar.

Hadis Sahih Muslim, Book 013, Number 4006:
Ibn Umar melaporkan:
Umar menerima sebidang tanah di Khaibar. Dia menghadap Rasul Allah dan minta nasehat akan hal itu. Dia berkata, “Rasul Allah, aku mendapat sebidang tanah di Khaibar. Aku belum pernah memiliki harta yang lebih bernilai bagiku dariapa ini, jadi apakah yang harus kulakukan dengan tanah ini?” Mendengar itu, sang Nabi berkata, “Jika kau suka, kau bisa tetap memeliharanya dan memberikan hasilnya sebagai sedekah.” Jadi Umar memberi (hasil tanah) sebagai sedekah dan mengumumkan bahwa tanah itu tidak boleh dijual atau diwariskan atau diberikan sebagai hadiah. Dan Umar memberikan hasilnya kepada kaum miskin, keluarga terdekat, dan untuk membebaskan para budak, dan menggunakannya sesuai jalan Allah dan untuk para tamu. Tidak ada dosa bagi yang mengelola tanah itu jika dia memakan hasilnya dalam jumlah yang masuk akal, atau jika dia memberi makan kawan2nya dan tidak menimbun bagi dirinya sendiri. Dia (sang pencerita) mengatakan: Aku menyampaikan Hadis ini kepada Muhammad, tapi ketika aku sampai pada kata2 “tidak menimbun (bagi dirinya sendiri) atas hasil tanah” dia (Muhammad) berkata, “tanpa menimbun harta dengan tujuan jadi kaya.” Ibn ‘Aun berkata, “Dia yang membaca buku ini (tentang Waqf) memberitahu padaku bahwa dalam buku itu tertulis (kata2nya sebagai berikut) “tanpa menimbun harta dengan tujuan jadi kaya.”

Kaum Muslim jadi kaya dan makmur dari jarahan Khaybar. Mereka mendapat jatahan begitu besar sehingga mereka bisa membayar semua hutang2 mereka terhadap kaum Ansar (para penolong, yakni penduduk asli Medina) dan tidak jadi beban bagi mereka lagi. Mubarakpuri [p.440] mengutip Sahih Muslim menulis:

“Sekembalinya ke Medina, kaum emigran (yang ikut hijrah ke Medina) mampu mengembalikan kepada para penolong orang Medina semua pemberian yang mereka terima. Semua kekayaan ini didapat setelah penaklukkan Khaibar dan keuntungan ekonomi yang mulai dimiliki para Muslim.”

Muhammad sendiri menjadi tuan tanah besar setelah merampas tanah2 kaum Yahudi yakni Banu Nadir, Khaybar dan Fadak. Ini Hadisnya.

Hadith from Sunaan Abu Dawud, Book 19, Number 2961:
Dikisahkan oleh Umar ibn al-Khattab:
Malik ibn Aws al-Hadthan berkata: Satu dari perbantahan2 yang diutarakan Umar adalah dia berkata bahwa Rasul Allah menerima tiga hal yang khusus bagi dirinya: Banu an-Nadir, Khaybar dan Fadak. Harta Banu an-Nadir semuanya dimiliki untuk keperluan2nya yang semakin bertambah, Fadak untuk para penjelajahnya, dan Khaybar dibagi oleh Rasul Allah menjadi 3 bagian: dua bagi kaum Muslim dan satu sebagai sumbangan bagi keluarganya. Jika setelah disumbangkan kepada keluarganya masih ada harta yang tersisa, dia membagikan itu diantara para emigran miskin.

Dalam hal ini, dengan menggunakan teror dan perampokan para Muslim mendapat banyak harta dan sumber nafkah tetap. Melalui cara ini pula Muhammad menghadiahi mereka yang setia kepadanya dengan ikut pergi bersamanya ke Hudaibiya. Para tawanan wanita dibagi-bagikan diantara kaum Jihadis. Banyak para Jihadis yang ingin berhubungan seks dengan para wanita tak berdaya ini, bahkan dengan beberapa wanita yang hamil. Jadi Muhammad perlu mengumumkan aturan persetubuhan dengan tawanan2 wanita. Dengan mengutip sumbernya, Ibn Sa’d menulis [vol.ii, p.143] bahwa Muhammad berkata:

“Dia yang percaya kepada Allah dan Hari Akhir, tidak boleh memanen tanah orang lain (artinya adalah tidak boleh bersetubuh dengan budak yang hamil sampai setelah melahirkan). Dia yang percaya kepada Allah dan Hari Akhir, tidak boleh bersetubuh dengan budak wanita sampai dia (budak wanita) itu bersih (yakni dua masa mens berlalu). Dia yang percaya kepada Allah dan Hari Akhir tidak boleh menjual barang jarahan sampai barang jarahan itu selesai dibagikan. Dia yang percaya kepada Allah dan Hari Akhir tidak boleh mengendarai binatang jarahan kaum Muslim sedemikian rupa sampai binatang itu jadi kurus dan kemudian mengembalikannya kepada jarahan kaum Muslim; atau mengenakan pakaian dan mengembalikannya kepada jarahan kaum Muslim sewaktu baju itu robek.”

Tentang penjarahan di Khaybar, Hadis Sahih Bukhari menyebutkan

Hadis Sahih Bukhari, Volume 2, Book 14, Number 68:
Dikisahkan oleh Anas bin Malik:
Rasul Allah melakukan sembahyang subuh ketika suasana masih gelap,”Allah Akbar! Khaibar telah hancur. Ketika kita mendekati suatu daerah, saat yang paling sial adalah pagi hari bagi mereka yang telah diperingatkan.” Orang2 ke luar ke jalan2 berkata, “Muhammad dan tentaranya.” Rasul Allah menaklukkan mereka dengan kekerasan dan para prajurit mereka dibunuh, anak dan wanita dijadikan tawanan2. Safiya diambil Dihya Al-Kalbi dan kemudian dia dimiliki oleh Rasul Allah yang lalu menikahinya dan mas kawin Safiya adalah kemerdekaannya.

Ditulis bahwa beberapa wanita Jihadis juga berpartisipasi dalam penyerbuan ke Khaybar. Para Muslimah ini tidak mendapat barang jarahan. Muhammad memberi mereka hadiah2 kecil dari barang2 jarahan (mereka diberi dari seperlima barang jarahan milik Muhammad) tapi dia tidak menetapkan bagian apapun bagi mereka.[Tabari, vol.viii, p.126]

Di saat itu, beberapa orang dari Abyssinia kembali ke Medina. Diantara mereka adalah saudara sepupu Muhammad yang bernama Jafar, yang adalah saudara laki Ali. Orang2 migran baru ini mendapat bagian jarahan Khaybar.

Sewaktu di Khaybar, Muhammad menerima seorang budak kulit hitam bernama Midam sebagai hadiah. Midam nantinya mati dipanah. Muhammad mengaku bahwa Allah membunuhnya karena Midam mencuri barang jarahan Khaybar.

Hadis Muwatta Malik, Book 21, Number 21.13.25:
Yahya menyampaikan kepada saya dari Malik dari Thawr ibn Zayd ad-Dili dari Abu'l-Ghayth Salim, mawla Ibn Muti bahwa Abu Hurayra berkata, “Kami pergi bersama Rasul Allah, di tahun Khaybar. Kami tidak mendapat emas atau perak kecuali barang2 untuk kebutuhan pribadi, pakaian2 dan barang2. Rifaa ibn Zayd menghadiahkan seorang budak anak laki kulit hitam kepada Rasul Allah yang bernama Midam. Rasul Allah pergi ke Wadi'l-Qura dan ketika dia tiba di sana, Midam sedang melepaskan pelana unta ketika sebuah panah nyasar menusuk dan membunuhnya. Orang2 berkata, “Semoga nasib baik baginya! Taman (Surga)!” Rasul Allah berkata, “Tidak! Demi Dia yang TanganNya menguasai diriku! Jubah yang diambilnya dari jarahan Khaybar sebelum barang2 jarahan dibagi-bagikan akan terbakar dengan api (neraka) bersama dia.” Ketika orang2 mendengar hal itu, seorang membawa sebuah atau dua buah sandal jepit kepada Rasul Allah. Rasul Allah berkata, “Sebuah atau dua buah sandal jepit dari api neraka!”

Setelah Muhammad selesai menjarah Khaybar, dia mengepung kaum Yahudi Wadi al-Qura selama beberapa malam, dan lalu kembali ke Medina.

Teror Lima Puluh Tiga

Penyerangan Kedua Atas Kaum di Wadi al-Qura oleh Muhammad—June, 628M

Setelah Muhammad selesai dengan urusan perampokan di Khaybar, dalam perjalanan pulang ke Medina, tahu2 tanpa peringatan apapun, dia melakukan penyerangan terhadap masyarakat Yahudi yang tinggal di Wadi al-Qura. Daerah ini merupakan tempat tinggal kaum Yahudi. Dia tiba di Wadi al-Qura sore hari dan mengepung daerah kaum Yahudi. Sa’d bin Ubada, pemimpin Muslim mengajak kaum Yahudi memeluk Islam, tapi usahanya sia2 belaka. Karenanya tentara Muslim menyerang kaum Yahudi. Kaum Yahudi hanya mampu bertahan selama dua hari sebelum akhirnya menyerah dengan persyaratan yang sama dengan kaum Yahudi di Khaybar dan Fadak. Sebelas orang Yahudi dibunuh dalam penyerangan ini. Sejumlah besar barang jarahan dirampas pihak Muslim.

Seorang kawan Muhammad menghadiahinya seorang budak anak laki berkulit hitam (Midam). Ketika kaum Muslim sedang berhenti dari perjalanannya, sebuah anak panah melesat menusuk budak itu dan membunuhnya. Kaum Muslim memuji kematiannya sebagai hadiah (bagi anak itu) ke surga, tapi Muhammad menyangkalnya dengan mengatakan anak laki itu telah mencuri sebuah jubah dari barang2 jarahan di Khaybar dan kematiannya adalah hukumannya. Mendengar perkataannya, seorang Jihadis maju ke muka dan mengaku bahwa dia juga telah mencuri dua buah sandal dari barang jarahan Khaybar. Muhammad pun menjanjikan dia hukuman neraka. (Hebat sekali jalan pikiran nabi palsu ini. Kalau merampok barang kaum Yahudi, hadiahnya surga; tapi mencuri hasil rampokan dari kaum Yahudi, hadiahnya adalah neraka). Setelah kaum Yahudi Wadi al-Qura menyerah, Muhammad mewujudkan kekuasaannya atas seluruh suku2 Yahudi di sekitar Medina.

Ketika berada di Wadi al-Qura, Muhammad dan pengikutnya tertidur dan terlambat melakukan sembahyang subuh tepat waktu. Dia melakukan pencucian diri dan lalu sembahyang dan orang2pun melakukan hal yang sama. Muhammad mengatakan kepada pengikutnya bahwa jika seseorang lupa sembahyang tepat waktu, dia dapat melakukan sembahyang yang sama kalau dia ingat akan Allah. Tentara Muslim tinggal di Wadi al-Qura selama 4 hari sebelum kembali ke Medina.

Teror Lima Puluh Empat

Penyerangan Pertama Atas Banu Hawazin di Turbah oleh Umar b. al-Khattab—July, 628M

Setelah kembali ke Medina dari Wadi al-Qura, Muhammad mengirim Umar bin al-Khattab bersama 30 tentara untuk menyerang cabang suku B. Hawazin di Turbah, yang jaraknya adalah 4 malam naik kuda dari Medina. Turbah terletak di jalan menuju Sana dan Najjran, daerah masyarakat Kristen. Tentara Umar bergerak di malam hari dan menyembunyikan diri di siang hari. Pada saat tentara Muslim tiba di Turbah, masyarakat B. Hawazin telah mendengar penyerangan tentara Muslim dan mereka melarikan diri. Umar kembali ke Medina tanpa pertempuran dan tanpa barang jarahan. Usaha penyerangan ini dianggap usaha perampokan yang gagal.

Teror Lima Puluh Lima

Penyerangan atas Bani Kilab di Nejd oleh Abu Bakr—July, 628M

Laporan detail atas penyerangan ini tidak ada, walaupun tertulis bahwa Abu Bakr memimpin pasukan menyerang Banu Kilab di Nejd. Banyak masyarakat Bani Kilab yang dibunuh dan dijadikan tawanan. Sebuah Hadis Sunan Abu Daud kemungkinan berhubungan dengan penyerangan yang dipimpin Abu Bakr dan isinya menerangkan dengan jelas kebengisan pembunuhan yang dilakukan tentara2 Muslim.

Hadis Sunaan Abu Dawud: Book 14, Number 2632:
Dikisahkan oleh Salamah ibn al-Akwa':
Rasul Allah menunjuk Abu Bakr menjadi pemimpin kami dan kami bertarung melawan beberapa orang pagan, dan kami menyerang mereka di malam hari, membunuh mereka. Teriakan perang malam hari kami waktu itu adalah, “bunuh, bunuh.” Salamah berkata, “Di malam itu aku bunuh kaum pagan di tujuh rumah.”

Teror Lima Puluh Enam

Penyerangan Pertama Atas Banu Murrah di Fadak oleh Bashir Ibn Sa’d—July, 628M

Tiga puluh tentara Muslim dipimpin Bashir ibn Sa’d menyerang Banu Mura di sekitar daerah Fadak. Kaum Bedouin ini sedang berada di gurun pasir ketika tentara Muslim menyerang perumahan mereka. Bashir mencuri unta2 dan ternak mereka. Ketika kaum Bedouin kembali ke rumah mereka, mereka mengejar para perampok Muslim, saling melepas anak panah dan berhasil merampas kembali binatang2 piaraan mereka. Para tentara Bashir dibunuh. Dia sendiri terluka pergelangan kakinya dan kembali ke Medina.

Teror Lima Puluh Tujuh

Penyerangan Keempat Atas Banu Thalabah di Mayfah oleh Ghalib b. Abd Allah—January, 629M

Mayfah terletak 96 mil dari Medina, ke arah Nejd. Muhammad mengirim Ghalib bin Abd Allah memimpin 130 tentara untuk merampok suku2 Banu Uwal dan Banu Thalabah yang hidup di daerah itu. Usmah bin Zayd (anak Zayd bin Haritha, anak angkat Muhammad) bergabung dengan para tentara ini. Penyerangan ini sangatlah mendadak dan kaum Muslim membunuh tanpa belas kasihan siapapun yang mereka jumpai dan lalu mengambil unta2 dan kambing2nya ke Medina.

Usama dan seorang kawannya membunuh seorang pria, yang merupakan sekutu dari Banu Murrah yang mengucapkan ‘La ilah illa Allah’ yang berarti orang ini memeluk Islam pada saat hendak ditusuk pedang.[Ibn Sa’d, vol ii, p.149] Ketika Usama kembali ke Medina dan melaporkan kisah ini kepada Muhammad, Muhammad tidak merasa senang dan berkata, “Usamah, siapa yang akan mengatakan padamu ‘Tidak ada tuhan lain selain Tuhan’?” [Tabari, vol.viii, p.132]

Teror Lima Puluh Delapan

Penyerangan Kedua Atas Banu Murrah di Fadak oleh Ghalib b. Abd Allah—January, 629M


Setelah kegagalan usaha perampokan oleh Bashir ibn Sa’d (lihat Teror 55) terhadap Banu Murrah, Muhammad mengutus Ghalib bin Abd Allah, yang adalah seorang pembunuh bengis, untuk menyerang Banu Murrah di Fadak. Muhammad berkata kepada al-Zubayr, pemimpin lain dari 200 tentara ini: “Jika Allah membuat kalian menang, jangan tunjukkan ampun kepada mereka.” [Ibn Sa’d, vol.ii, p.156]. Usama bin Zayd juga bergabung dalam usaha perampokan ini. Kaum Muslim menyerang Banu Murrah di pagi hari; tanpa ampun membunuhi banyak orang2 Banu Murrah; mencuri unta2nya, dan membawa binatang2 ini ke Medina.

Teror Lima Puluh Sembilan

Penyerangan Atas Ghatafan di al-Jinab daerah Yaman oleh Bahir b. Sa’d—February, 629M

Pada saat mengepung Khaybar (lihat Teror 52), Muhammad mendengar dari pemandunya di Khaybar yakni Husayl bin Nuwayrah bahwa sekelompok orang Ghatafan di bawah pimpinan Uyanah bin Hisn telah berkumpul di al-Jinab, daerah sebelah Khaybar dan Wadi al-Qura. Maka Muhammad mengirim Bashir bin Sa’d bersama 300 orang tentara bersama pandu Husayl bin Nuwayrah untuk menyerang kaum Ghatafan. Tentara Bashir bergerak di malam hari dan menyembunyikan diri di siang hari sampai mereka tiba di tempat dekat pihak musuh. Tentara Muslim meneror suku itu, merampok sebagian besar unta2 mereka dan mengusir para penggembalanya. Melihat tentara Muslim yang mengacau itu, kaum Ghatafan lari berlindung di puncak2 gunung dan dataran2 tinggi. Tentara Muslim merampok barang jarahan dan membunuh seorang budak milik Uyanah bin Hisn. Mereka menawan dua pria dan membawa mereka beserta unta2 ke Medina.

Teror Enam Puluh

Penyerangan Ketiga Atas Banu Sulaym di Fadak oleh Ibn al-Awja al-Sulami—April, 629M

Banu Sulaym merupakan kerabat dekat suku Banu Hawazin dan bertempat tinggal di daerah Najran dan Turbah. Setelah melakukah ibadah Umrah dan kembali ke Medina, Muhhamad segera mengirim Ibn al-Awja al-Sulami bersama 50 tentara untuk menyerang Banu Sulaym. Ketika Ibn Awja tiba di daerah Banu Sulaym, dia meminta mereka memeluk Islam. Ketika para kafir menolak, tentara Muslim menyerang mereka. Tentara Banu Sulaym menyerang balik, menghujani dengan panah dan membunuh banyak tentara Muslim. Ibn Awja terluka tapi berhasil melarikan diri ke Medina meskipun dengan susah payah. Akan tetapi, setahun kemudian Banu Sulaym memeluk Islam setelah mengetahui bahwa Muhammad menjadi semakin kuat secara militer.

Teror Enam Puluh Satu

Penyerangan Atas Banu al-Mulawwih di al-Kadid oleh Ghalib b. Abd Allah--May, 629M

Muhammad mengirim Ghalib bin Abdallah al-Laythi, dengan sekitar 13 sampai 19 orang untuk menyerang Banu al-Mulawwih di al-Kadid. Ketika tentara Muslim tiba di al-Kadid, mereka bertemu dengan orang yang bernama al-Harith bin Malik dan lalu menawannya. Dia memberitahu Ghalib bahwa dia baru saja memeluk Islam. Meskipun mengaku begitu, Ghalib tetap mengikat dirinya dengan tali untuk berjaga-jaga. Lalu Ghalib memerintahkan seorang budak Negro untuk menjaga al-Harith dan memenggal kepalanya jika dia membuat onar. Ghalib lalu mengirim seorang Muslim untuk mengamati tempat tinggal musuh. Di siang hari dia berbaring menyembunyikan diri dengan muka menghadap tanah. Tak lama kemudian, seorang Bedouin datang dari tempat tinggal masyarakat Banu al-Mulawwih dan melihat pengintai Muslim itu dan menduga ia tentunya seorang penyerang. Lalu dia menembakkan dua buah panah ke pengintai Muslim. Dengan cerdiknya pengintai Muslim itu tetap tidak bergerak sehingga orang Bedouin ini menyangka dia adalah benda mati dan lalu meninggalkan tempat itu. Pengintai itu menunggu sampai masyarakat Banu al-Mulawwih kembali dengan ternak unta dari padang rumput. Lalu pada malam harinya ketika keadaan tenang dan masyarakat Banu al-Mulawwih sedang beristirahat, tentara Muslim melakukan serangan mendadak. Mereka membunuh beberapa orang dan mencuri unta2nya. Pada saat itu, orang2 lain jadi waspada dan berteriak-teriak minta tolong.

Karena takut pihak lain datang menolong, para perampok Muslim cepat2 meninggalkan tempat itu. Sewaktu pergi, mereka sempat membawa tawanan al-Harith bin Malik yang tadi dijaga seorang budak Negro. Tak lama kemudian memang pihak tentara al-Harith bin Malik datang menyerang tentara Muslim. Pada saat itu turunlah hujan lokal dan hampir membanjiri lembah itu sehingga membuat usaha penyerangan kepada pihak Muslim jadi sukar. Dengan memanfaatkan keadaan ini, tentara Muslim cepat2 melarikan diri. Mereka mengambil semua unta2 dan membawanya ke Medina. Di samping itu mereka juga membawa banyak harta jarahan. Jeritan perang Muslim di malam itu adalah “Bunuh! Bunuh!” [Tabari, vol.viii, p.142]

Teror Enam Puluh Dua

Penyerangan Atas Banu Laith di al-Kadid—May, 629M

Beberapa minggu kemudian, tentara Muslim melakukan penyerangan atas Banu Laith. Mereka diserang di al-Kadid ke arah jalan ke Mekah. Tentara Muslim menyerang tiba2 dan mencuri unta2 mereka. Tidak ada keterangan lebih lanjut dari perampokan ini.

Teror Enam Puluh Tiga

Pemaksaan Jizya Atas Para Pemeluk Zoroastria - kasus 1 - June, 629M

Setelah merampok Banu al-Mulawwih mengirim Jihadis bernama al-Ala bin al-Hadrami membawa surat ancaman kepada Mundhir b. Sawa al-Abdi, ketua suku Banu Tamim yang memeluk agama Zoroastria untuk membayar pajak Jizya kepada Muhammad. Muhammad menulis: “Dalam nama Tuhan, yang Maha Pengampun dan Penyayang. Dari Muhammad sang Nabi, Utusan Tuhan, kepada al-Mundhir bin Sawa: Damai kepadamu! Melanjutkan: Aku telah menerima suratmu dan utusanmu. Barang siapa yang melakukan sembahyang sesuai dengan sembahyang kami, makan korban (binatang) kami, dan menghadap ke Kiblat kami adalah orang Muslim: orang ini diijinkan melalukan apa yang diijinkan bagi para Muslim, dan barangsiapa yang menolak (menjadi Muslim) harus bayar pajak.[Tabari, vol.viii, p.142] Sebuah Hadis di Sunan Abu Daud mungkin berhubungan akan hal ini dan cocok dengan doktrin Muhammad yang berbunyi ‘bayar Jizya atau mati’ (perlu diketahui bahwa kata Magia di bawah berarti Zoroastria):

Hadis Sunaan Abu Dawud, Book 13, Number 3038:
Dikisahkan oleh Abdullah ibn Abbas:
Seorang yang berasal dari Usbadhiyin dari masyarakat Bahrayn, yang beragama Magian dari Hajar, datang menghadap Rasul Allah dan berbicara dengannya (selama beberapa saat) dan lalu ke luar. Aku bertanya kepadanya, “Apa yang telah ditetapkan Rasul Allah bagimu?” Dia menjawab, “Yang jahat.” Aku berkata, “Diam.” Dia berkata, “Islam atau dibunuh.” Abdur Rahman ibn Awf berkata, “Dia (Muhammad) menerima jizyah dari mereka.” Ibn Abbas berkata,”Orang2 mengikuti apa yang dikatakan Abdur Rahman ibn Awf, dan mereka mengabaikan apa yang kudengar dari Usbadhi.

Karena tidak punya punya pilihan lain, maka orang2 Zoroastria ini setuju untuk membayar pajak ‘perlindungan’ kepada Muhammad. Muhammad lalu memutuskan bahwa orang Muslim tidak boleh memakan kurban sembelihan Zoroastria dan tidak boleh menikahi kaum wanita Zoroastria.

Teror Enam Puluh Empat

Pemaksaan Jizya Atas Para Pemeluk Zoroastria —kasus 2—June, 629M

Muhammad mengirim Amr bin al-As ke Jayfar dan Abbad. Mereka adalah dua bersaudara Zoroastria di Uman. Mereka berkata kepada Amir bahwa mereka percaya Muhammad adalah seorang Nabi dan apa yang diajarkannya. Karena tidak puas akan hal ini dan tidak ada harta jarahan yang dapat dirampas dari mereka, Muhammad memaksakan minta Zakat dan pajak Jizya dari mereka. Tentang Zakat ini, perlu disimak bahwa Abu Bakr memerintahkan pajak Islam ini harus dikumpulkan dengan paksa, dan jika tidak mau bayar, maka akan diperangi. Ini Hadis dari Muwatta Malik (dari bagian tentang Pengumpulan Zakat dan Bersikap Tegas dalam Melakukannya) tentang Zakat:

Hadith Muwatta Malik, Book 17, Number 17.18.31:
Yahya menyampaikan padaku dari Malik bahwa dia mendengar Abu Bakr as-Siddiq berkata, “Jika mereka menahan bahkan tali kekang sekalipun, maka aku akan berkelahi dengan mereka untuk mengambil benda itu.”

Teror Enam Puluh Lima

Penyerangan Atas Banu Amir di al-Siyii oleh Shuja ibn Wahb al-Asadi—July, 629M

Muhammad mengirim Shuja bin Wahb yang memimpin 24 tentara untuk merampok Banu Amir (cabang dari suku Hawazin) di al-Siyii. Al-Siyii berjarak 5 malam naik kuda dari Medina. Setelah tiba di tempat itu, Shuja melakukan serangan tiba2 pagi hari atas Banu Tamim. Setelah meneror dan menjarah selama 15 hari, tentara Muslim mengambil unta2 dan domba2 sebagai barang jarahan. Dalam pembagian penjarahan ini harga 10 kambing sama dengan seekor domba. Setiap Jihadis mendapat bagian 15 unta.

Teror Enam Puluh Enam

Penyerangan Atas Banu Qudah di Dhat Atlah oleh Amr b Ka’b al-Ghifari—July, 629M

Muhammad mengirim Amr bin Ka’b al-Ghifari yang memimpin 15 tentara untuk menyerang orang2 Banu Qudah di Dhat Allah, di perbatasan Syria. Setelah tiba di sana, Amr meminta para penduduk untuk masuk Islam. Para kafir menolak. Lalu Amir mengepung pihak musuh. Tapi dia mendapat perlawanan keras dari mereka. Di pertempuran ini pihak Muslim dikalahkan. Pihak musuh berhasil membunuh semua tentara Muslim kecuali seorang yang berhasil melarikan diri dan kembali ke Medina. Muhammad merasa sangat sedih atas kejadian ini dan merencanakan untuk mengirim pasukan Jihadis yang besar untuk balas dendam. Rencana ini batal setelah Muhammad mendengar pihak musuh sudah meninggalkan daerah tempat tinggal mereka.

Teror Enam Puluh Tujuh

Penyerangan Atas Mu’tah oleh Zayd ibn Haritha—September, 629M

Mu’tah adalah desa kecil di dekat al-Balqa di Damascus, Syria. Setelah kegagalan tim perampok Muslim yang dipimpin oleh Amr bin Ka’b al-Ghifari di Dhat Allah, Muhammad mencari kesempatan untuk menyerang bagian daerah Kekaisaran Byzantium dan untuk memberi pelajaran penduduk daerah ini yang kebanyakan beragama Kristen. Ini adalah usaha pertama Muhammad menyerang daerah Kekaisaran Byzantium.

Versi lain alasan penyerangan ini adalah karena Muhammad mengirim seorang utusan dengan surat kepada Gubernur Byzantine di Busra. Utusan ini dibunuh oleh Shurahbil (anak Amr), ketua daerah Ma’ab atau Mu’ta. Muhammad dengan cepat membalas dendam dengan mengumpulkan 3.000 tentara. Dia juga merasa yakin dengan kekuatannya setelah sukses menaklukkan Khaybar. Kemenangan atas Khaybar memberi rasa percaya diri bahwa dia cukup kuat untuk mengalahkan Kekaisaran Byzantium yang perkasa di Syria.

Dia menunjuk Zayd bin Haritha untuk memimpin tentara ini, memerintahkan dia untuk bergerak ke daerah di mana utusan Muhammad dibunuh, meminta penduduknya masuk Islam dan membunuh mereka jika menolak Islam. Dia juga memberi pesan jika Zayd terbunuh, maka Jafar bin Abi Talib (saudara laki Ali dan saudara sepupu Muhammad) menjadi pemimpin berikutnya, dan jika Jafar terbunuh maka Abd Allah bin Rawaha jadi pemimpin. Lalu 3.000 Jihadi berbaris ke luar, dilengkapi dengan pedang2 dan kuda2. Khalid bin Walid juga ikut dalam operasi militer ini, tapi hanya sebagai prajurit biasa dan tidak punya kedudukan penting karena dia baru saja masuk Islam. Ketika mereka siap berangkat, Muhammad ke luar dan mengucapkan selamat jalan. Beberapa Jihadis ingat ayat QS 19:71, tentang nasib manusia. Muhammad menemani para Jihadis sampai Thaniyat di luar daerah Medina dan berkata, “Semoga Allah membelamu dan semoga kau kembali pulang dengan keadaan suci dan membawa barang jarahan.” [Ibn Sa’d, vol.ii, p.159]

Tentara Muslim bergerak maju dan berkemah di Mu’an, sebuah desa di Syria. Ketika sedang berada di sana, Zayd menerima berita mengagetkan tentang persiapan perang sekutu Surahbil. Dia mendengar bahwa pihak musuh berkemah di Ma’ab di daerah kekuasaan al-Balqa. Tentara Muslim juga mendengar kabar bahwa Surahbil dan Theodora, saudara laki Heraklius berada di sana bersama 100.000 tentara. Juga 100.000 tentara Romawi siap bergabung bersama mereka untuk berperang. Tentara Syria terdiri dari tentara Romawi dan sebagian tentara dari suku Kristen di padang gurun itu. Zayd juga mendengar banyak suku2 Arab lain seperti Lakham, Judham, Balqayn, Bahran dan Bali juga bergabung dengan tentara Heraklius.

Setelah mendengar berita tentang tentara Romawi yang sangat kuat dan para sekutunya, pihak Muslim jadi gelisah tapi tetap tinggal di Mu’an selama dua malam sambil merencanakan apa yang harus mereka lakukan. Beberapa dari mereka ingin mengirim pesan penting kepada Muhammad untuk minta tambahan kekuatan dalam melawan 100.000 tentara Kekaisaran Byzantium. Tetapi Abd Allah bin Rawaha membangkitkan semangat tempur dengan sumpah Jihad dan membujuk mereka untuk tidak merasa takut akan lawan yang besar itu. Ini adalah kesempatan terbaik untuk jadi martir, begitu katanya. Para tentara Muslim sangat setuju dengan apa yang dikatakan Abd Allah bin Rawaha dan mereka berkeputusan untuk melawan musuh.

Kaum Jihadis Muslim lalu berangkat dan ketika tiba di perbatasan Ma’ab, mereka bertemu dengan tentara Heraklius di desa yang bernama Masharif. Ketika tentara musuh mendekati tentara Muslim, pihak Muslim bersembunyi di desa Mu’tah. Pertempurang sengit terjadi di sana. Zayd bin Haritha bertarung dengan gagah berani tapi tak lama kemudian sebuah lembing dari pihak musuh meluncur menembus badannya sampai terpotong jadi dua dan dia pun mati. Sesuai perintah Muhammad, Jafar bin Abi Talib sekarang memimpin tentara Muslim. Dia juga bertarung dengan gagah berani tapi dia pun mati dalam pertempuran. Sekarang Abd Allah bin Rawaha mengangkat bendera Muslim dan maju ke muka medan tempur tapi dia pun lalu mati terbunuh. Lalu Thabit bin Arqam mengambil bendera dan mengajak pihak Muslim untuk memilih pemimpin dari antara mereka sendiri. Pihak Muslim memilik Khalid bin Walid sebagai pemimpin baru. Akan tetapi susunan tentara Muslim telah jadi kacau dengan terbunuhnya 12 Jihadis. Tidak diketahui pihak Byzantium kehilangan berapa tentara. Dengan mengambil beberapa keputusan cerdik dan tepat, Khalid berhasil mendisiplinkan barisan tentara Muslim. Dia lalu mengelabui tentara Romawi dengan berita bahwa tentara Muslim dalam jumlah besar akan segera datang. Pihak Romawi ternyata percaya akan berita palsu ini. Tentara Muslim lalu mengundurkan diri dan pihak Byzantium pun melakukan hal yang sama. Lalu Khalid memimpin tentara Muslim kembali ke Medina untuk menghindari kekalahan yang lebih besar lagi. Seorang utusan tentara Muslim melaju lebih dahulu ke Medina untuk mengabarkan berita buruk ini kepada Muhammad.

Di tengah2 masyarakatnya di mesjidnya, Muhammad memberitahu bahwa dia telah mendapat wahyu bahwa Zayd mendapat hadiah di surga sebagai martir. Dia juga mengatakan hal yang sama tentang Jafar dan Abdallah bin Rawaha. Dia berkata kepada orang2 [Ibn Sa’d, vol.ii, pp.161-1612], “Sekarang aku bisa melihat mereka duduk di singgasana menghadap satu sama lain seperti bersaudara. Diantara mereka kulihat kebencian menggunakan pedang. Dan aku lihat Jafar tampak seperti malaikat dengan dua sayap bernoda darah.” Kaum Muslim terpesona dengan ucapan Muhammad. Dia memberi julukan “Pedang Allah” kepada Khalid bin Walid. Lalu dia membujuk para pengikutnya untuk memperkuat dan bergabung bersama tentara Muslim di Syria. Karena bujukan itu, para Muslim bergabung dengan tentara Muslim dan pergi menuju perbatasan Syria di bawah terik matahari yang panas untuk membantu tentara Muslim di sana. Tapi sudah terlambat karena tentara Muslim di Syria sudah kembali pulang ke Medina.

Ketika tentara Muslim yang kembali tiba di daerah Medina, orang2 Muslim melempari mereka dengan tanah, sambil mengutuki mereka karena melarikan diri dari medan perang. Muhammad berusaha menenangkan masyarakat sambil menyerukan bahwa para tentara ini tidak lari tapi kembali untuk nantinya bertempur lagi. Tapi masyarakat tetap tidak puas, dan mereka malah mengejar Muhammad sehingga dia harus berlindung di kamar Umm Salamah, salah satu istri2nya. Ketika orang2 bertanya kepada Umm Salamah mengapa dia tidak sembahyang bersama Muhammad, dia menjawab [Tabari, vol viii, p.160], “Demi Allah, dia (Muhammad) tidak bisa meninggalkan rumah! Setiap saat dia ke luar, orang2 meneriakinya, ‘Apakah kau melarikan diri di jalan Tuhan?’ Sehingga dia dia di rumahnya dan tidak keluar.”

Setelah mengalami kekalahan telak di tangan Banu Qudah di Dhat Atlah, ditambah dengan pengunduran diri tentara Muslim yang memalukan dari Mu’tah, kehormatan Muhammad benar2 diuji. Selain itu ditulis bahwa dia juga menerima laporan mata2 yang mengatakan beberapa suku, termasuk suku Qudah, sedang mempersiapkan diri untuk menyerang Medina. Untuk menyelamatkan mukanya, Muhammad lalu memerintahkan Amr bin al-As yang baru masuk Islam untuk menyerang suku Banu Qudah yang tidak mau juga tunduk itu. Amr bin al-As sangat berang mendengar beberapa suku Arab malah berpihak kepada pasukan Byzantium dalam peperangan Mu’tah. Muhammad memutuskan sekaranglah saatnya untuk memberi mereka pelajaran.

Amr bin al memimpin 300 pasukan termasuk 30 tentara berkuda untuk menundukkan pemberontakan Banu Qudah yang berada di Dhat al-Salasil. Tempat itu berjarak 10 hari naik kuda dari Medina. Nenek Amr bin al-As (yakni ibu dari ayah Amr bin al yang bernama al-As bin Wail) berasal dari suku Banu Qudah atau Bali dan Muhammad mengirim Amr bin al untuk mengubah agama neneknya dan masyarakat suku itu ke Islam dengan paksa. Ketika Amr bin al tiba di Dhat al-Salasil, dia menghadapi pasukan musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada pasukan Muslim. Karena itu, dia mengirim utusan untuk minta tambahan pasukan dari Muhammad. Rasul Allah dengan cepat mengirim Abu Bakr bin Quhafa dengan tambahan 200 pasukan untuk membantu Amr bin al. Jadi jumlah total tentara Muslim adalah 500 orang.

Versi lain kisah ini ditulis sebagai berikut:

Muhammad mengirim Amr bin al-As ke perbatasan Bali (Bali adalah salah satu cabang suku Qudah) dan Udhrah untuk mendapat bantuan mereka ke penyerangan ke Syria yang telah direncanakannya selama beberapa waktu. Nenek Amr bin al-As (yakni ibu dari ayah Amr bin al yang bernama al-As b. Wail) hidup di Bali. Muhammad mengirim Amr bin al-As kepada masyarakat neneknya untuk mengajak mereka memeluk Islam dan menerima maksud baik mereka. Setelah bergerak selama 10 hari, dalam perjalanan ke Bali, Amr bin al-As bertemu dengan Banu Judham, yakni suku lain dari Dhat al-Salasil dan dia merasa takut akan jumlah pasukan dari suku ini yang amat banyak. Dia lalu mengirim pesan darurat kepada Muhammad untuk minta tambahan tentara dan Muhammad pun dengan segera memenuhinya.

Muhammad mengirim pasukan tambahan yang dipimpin oleh Abu Ubaydah bin al-Jarrah, Abu Bakr dan Umar. Abu Ubaydah adalah pemimpin pasukan tambahan itu, dan Muhammad berpesan kepada mereka agar tidak bertengkar atas soal kepemimpinan ketika mereka tiba di Dhat al-Salasil.Meskipun telah dipesan begitu, ketika Abu Ubaydah tiba di Dhat al-Salasil, tetap terjadi pertengkaran atas siapa yang berhak memimpin pasukan Islam. Amr bin al-As bersikeras bahwa Abu Ubaydah hanyalah membantu saja dan kepemimpinan harus tetap berada di tangan Amr bin al-As. Abu Ubaydah akhirnya setuju dengan pandangan Amr bin al-As dan Amr memimpin sembahyang.

Dengan tambahan tentara Muslim, Amr bin al-As menyerang pihak musuh dengan penuh semangat dan kebuasan. Pasukan Banu Qudah panik dan kocar-kacir. Setelah menaklukkan pihak musuh, pasukan Muslim kembali ke Medina. Tidak ada penulis sejarah yang memberi keterangan detail tentang barang jarahan yang dirampas pihak Muslim dalam penyerangan ini.

No comments:

Post a Comment